Rabu 14 Feb 2018 16:00 WIB

Rencana Caplok Tepi Barat, AS-Israel Panas

Gedung Putih menyebut diskusi Tepi Barat Trump dan Netanyahu sebagai hal

Rep: Marniati, Rizkiyan Adiyudha/ Red: Elba Damhuri
Presiden Donald Trump dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Foto: KEVIN LAMARQUE/REUTERS
Presiden Donald Trump dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) menolak pernyataan palsu Israel yang menyebutkan bahwa kedua negara sedang mendiskusikan kemungkinan Israel mencaplok permukiman Yahudi di Tepi Barat yang diduduki. Ini merupakan perselisihan yang langka antara Presiden AS Donald Trump dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

"Laporan yang menyebutkan Amerika Serikat berdiskusi dengan Israel tentang rencana pencaplokan Tepi Barat adalah palsu. AS dan Israel tidak pernah berdiskusi proposal semacam itu, dan fokus Presiden (Trump) tepat pada inisiatif damai Israel-Palestina," ujar juru bicara Gedung Putih Josh Raffael, yang dikutip CNN.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memberi penjelasan terbaru tentang inisiatif yang diangkat di Knesset, dan Amerika menyampaikan sikap tegas akan komitmen untuk memajukan rencana damai Presiden Trump.

Pada Senin (12/2) siang, Netanyahu mengaku telah berbicara dengan Pemerintah AS bahwa suatu waktu akan menerapkan kedaulatan Israel atas permukiman di Tepi Barat. Hal itu kemudian dipaparkan Netanyahu di hadapan rapat faksi Partai Likud.

"Mengenai penerapan Undang-Undang Kedaulatan, bisa saya katakan bahwa untuk saat ini saya masih membahas masalah tersebut dengan pihak Amerika," ujar Netanyahu.

Netanyahu mengacu pada penerapan hukum Israel ke permukiman Yahudi, sebuah langkah yang setara dengan aneksasi. Saat ini penerapan hukum tersebut berada di bawah yurisdiksi militer Israel, yang telah menduduki Tepi Barat sejak perang 1967.

Namun, beberapa jam kemudian AS tampaknya menolak gagasan tersebut. Seorang pejabat senior Israel juga mengatakan bahwa Netanyahu belum membuat proposal penggabungan khusus ke Washington.

Beberapa pengamat mengatakan ucapan Netanyahu kepada Likud kemungkinan sebagai langkah untuk menenangkan sayap kanan di kabinetnya dan bukan sebuah rencana konkret yang benar-benar diterapkan.

Seorang pengamat urusan politik Israel menggambarkan komentar Netanyahu sebagian besar bersifat ideologis. Ia mengatakan, tidak mungkin ada langkah praktis yang akan diambil dalam waktu dekat.

Namun, pernyataan tersebut telah memicu kemarahan rakyat Palestina. Juru bicara Presiden Palestina Mahmoud Abbas, Nabil Abu Rdainah, mengatakan setiap aneksasi akan menghancurkan semua upaya proses perdamaian.

"Tidak ada yang berhak untuk membahas situasi tanah Palestina yang diduduki," kata Abu Rdainah di Moskow, tempat Abbas mengadakan pembicaraan dengan Presiden Vladimir Putin di tengah laporan bahwa mereka dapat mendiskusikan opsi baru untuk mediasi Timur Tengah.

Dunia internasional menganggap permukiman Israel ilegal. Namun, Israel membantah hal tersebut. Juru bicara Likud tidak menyebutkan kerangka waktu untuk aneksasi atau membahas perincian lebih lanjut mengenai diskusi dengan AS. Menurutnya, Netanyahu mengatakan kepada anggota parlemen bahwa perubahan status permukiman harus dikoordinasikan terlebih dahulu dengan AS, sekutu utama Israel.

Seorang pejabat senior Israel kemudian mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa Netanyahu belum mengajukan proposal aneksasi khusus kepada AS dan bagaimanapun AS belum menyatakan kesepakatannya mengenai proposal tersebut.

Komentar Netanyahu kepada para legislator tampaknya merupakan upaya untuk melemahkan dampak politik di Likud atas keputusannya untuk memblokir sebuah undang-undang yang diajukan oleh beberapa anggota parlemen sayap kanan untuk mencaplok permukiman. Seorang sumber di kantor perdana menteri mengatakan undang-undang tersebut diblokir untuk memberikan lebih banyak kesempatan dalam upaya diplomatik.

Pemerintah Trump kurang kritis daripada pemerintahan Presiden Barack Obama mengenai kebijakan permukiman Israel. Namun, dalam sebuah wawancara yang diterbitkan pada Ahad di Israel Hayom, sebuah surat kabar pro-Netanyahu, Trump mendesak Israel untuk berhati-hati terkait masalah permukiman.

"Permukiman adalah sesuatu yang sangat menyulitkan dan selalu membuat perdamaian menjadi rumit, jadi saya pikir Israel harus sangat berhati-hati dengan permukiman," kata Trump.

Trump juga menyuarakan keraguan tentang komitmen Palestina dan Israel untuk berdamai. "Kita akan melihat apa yang terjadi. Saat ini, saya akan mengatakan bahwa orang-orang Palestina tidak ingin berdamai, mereka tidak ingin berdamai. Dan, saya belum tentu yakin bahwa Israel ingin berdamai," ujarnya menambahkan.

Trump ancam lewat Twitter

Donald Trump kembali berniat memangkas dana bantuan yang diberikan Paman Sam ke negara-negara di Timur Tengah. Niatan tersebut dilontarkan presiden ke-45 AS melalui akun Twitter pribadinya. "Setelah dengan bodohnya menghabiskan 7 triliun dolar AS ke Timur Tengah, sudah saatnya berinvestasi di negara kita sendiri," cicit Trump seperti diwartakan Mirror, Selasa (13/2).

Trump mengatakan, daripada menghabiskan dana triliunan dolar AS ke Timur Tengah, dana tersebut lebih baik dipakai untuk pembangunan infrastruktur di AS. Niatan tersebut datang setelah dirinya memaparkan rencana 1,5 triliun dolar AS untuk pembangunan infrastruktur negara.

Pemaparan itu dilakukan kepada sejumlah pemimpin daerah di Gedung Putih mengenai rencana 10 tahun pembangunan. Trump akan menggunakan dana tersebut untuk merevitalisasi akses jalan, tol, pelabuhan, hingga bandara.

Trump sebelumnya juga telah memangkas 60 juta dolar AS dana bantuan yang akan diberikan untuk pengungsi Palestina melalui badan bantuan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Palestina (UNRWA). Pemotongan ini dianggap merupakan upaya AS untuk menyeret kembali Palestina ke perundingan damai dengan Israel.

Ancaman pemotongan dana kembali dilontarkan Presiden Donald Trump saat memberikan pidato pada Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss. Dalam kesempatan itu, Trump juga menilai Palestina telah menghina AS dengan menolak kedatangan Wakil Presiden Mike Pence ketika melakukan tur kunjungan ke Timur Tengah pekan lalu.

Pemotongan itu membuat badan kemanusiaan PBB tersebut mengalami krisis finansial terbesar sepanjang sejarah. UNRWA mengaku membutuhkan dana sedikitnya 800 juta dolar AS untuk membiayai operasional para pengungsi yang tersebar di Suriah, Tepi Barat, dan Jalur Gaza. (Pengolah: yeyen rostiyani).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement