REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Pakar hukum pidana Prof Dr Mudzakir mengatakan, munculnya berbagai kasus kekerasan kepada tokoh agama sudah merupakan indikasi adanya aksi terorisme. Hal itu karena kejadian perbuatan itu telah masif dan meluas yakni di lakukan di berbagai wilayah.
''Berbagai wilayah telah terjadi kasus kekerasan itu. Bukan hanya di Jawa, melainkan sudah sampai luar Jawa, yakni di Sumtara. Pelakunya juga orang yang diduga gila. Jadi sudah meluas sifatnya, dalu di Jawa Barat, kemarin di Jawa Timur, kemarin di Jawa Timur. Semalam ada masjid di Sukabumi yang diajak-ajak,'' kata Mudzakir, kepada Republika.co.id, (13/2).
Mudzakir mengatakan, kalau dari segi teori istilah terorisme itu sudah terjadi karena membuat takut atau resah masyarakat. Untuk itu, masyarakat diminta tenang dan waspada. Selain itu juga mampu bersikap netral dengan tidak malah memanaskan suasana. ''Jangan ada yang terpancing ikut bertindak tak seimbang. Sewaktu dulu menimpan ulama hanya diam saja. Ini berbalik ketika itu kasus itu menimpa tokoh agama lain dengan menjadi cerewet dan sibuk mempersoalkannya. Jangan begitulah. Yang seimbang saja,'' ujarnya.
Terkait perbuatan yang dilakukan oleh orang gila, lanjut Muzakir, mereka sebenarnya masih bisa terkena pidana, yakni ketika tidak gila secara utuh atau kumat-kumatan. Untuk itu, aparat keamanan dan semua pihak harus bergati hati dengan memakai istilah 'gila' ini. Jangan bertindak serba terburu-buru.
''Harus dikeluarkan oleh pihak yang berwenang. Yakni institusi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) misalnya. Jadi harus komprehensif atau tidak bisa diumukan dan dinyatakan oleh pihak yang tidak berwenang dalam segi kedoteran jiwa. Contohnya pun telah ada, yakni pada kasus KPK. Satu dokter tersangka menyatakan sakit, dokter KPK tidak. Maka IDI kemudian yang menjadi pihak untuk menuntaskan dan memastikannya. Jadi jangan salah satu pihak saja,'' ujarnya