Selasa 13 Feb 2018 16:06 WIB

Polri: Peran Bhabinkamtibmas Harus Digelorakan Kembali

Kasus penyerangan gereja Santa Lidwina dinilai akibat Bhabinkamtibmas yang pasif.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Andri Saubani
Gereja Santa Lidwina di Padukuhan Bedog, Desa Trihanggo, Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman, DIY.  Gereja yang mengalami penyerangan usai menggelar misa pada Ahad (11/).
Foto: Republika/Wahyu Suryana
Gereja Santa Lidwina di Padukuhan Bedog, Desa Trihanggo, Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman, DIY. Gereja yang mengalami penyerangan usai menggelar misa pada Ahad (11/).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fenomena penyerangan simbol keagamaan, baik pemuka agama maupun tempat ibadah terjadi di sejumlah daerah di Indonesia. Hal inipun membuat Polri ingin menyalakan kembali peran Bhabinkamtibmas di lapisan masyarakat akar rumput di seluruh Indonesia.

Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Polisi Setyo Wasisto mengatakan, Polri punya strategi dengan menempatkan Bhayangkara di setiap desa maupun kelurahan. Bahkan, Bhayangkara pembina kemanan dan ketertiban masyarakat (Bhabinkamtibmas) ini bukan hanya dari Bintara, namun juga dari perwira.

"Dengan maksud anggota ini mampu mendeteksi lebih awal, deteksi dini, terhadap semua perubahan-perubahan yang terjadi di wilayahnya," ujar Setyo di Markas Besar Polri, Jakarta, Selasa (13/2).

Contoh kasus penyerangan Gereja St Lidwina di Yogyakarta pun disayangkan oleh Setyo. Pasalnya, pelaku diketahui sempat menginap tiga hari di mushala dan sempat komunikasi dengan penjaga mushola maupun warga sekitar. Namun, petugas RT dan RW setempat tidak mengetahui hal tersebut.

"Nah ini harusnya kita gelorakan lagi, kita aktifkan lagi apa yang disebut dengan warning system 1 x 24 jam lapor ke RT setempat," kata Setyo.

Sehingga, pada kasus tersebut, tiga hari sebelum kejadian bila sudah menampakkan gerak-gerik mencurigakan, kepolisian dapat segera bertindak berdasarkan koordinasi masyarakat setempat. Kepolisian, kata Setyo, mempunyai kewenangan untuk menangkap, memberhentikan maupun menanyakan identitas dan keperluan seseorang berada di suatu tempat.

Hal ini dapat diwujudkan dengan memaksimalkan fungsi Bhabinkamtibmas dan koordinasi dengan stakeholder terdekat. "Ya ini membangkitkan ini lagi tidak bisa polisi sendiri. Ini harus melibatkan semua masyarakat semua stakeholder di situ," kata Setyo menambahkan.

Beberapa kasus yang terjadi sebelumnya, terjadi kepada Pimpinan Pondok Pesantren Al Hidayah Cicalengka, Kabupaten Bandung, KH Umar Basri (Mama Santiong). Ia menjadi korban penganiayaan usai shalat Subuh di masjid pada Sabtu (27/1). Kemudian muncul kasus baru yang bahkan menyebabkan meninggalnya Komando Brigade PP Persis, Ustaz Prawoto pada Kamis (2/1) pagi.

Lalu, di Jakarta Barat, pada Ahad (11/1) kemarin, seorang Ustaz bernama Abdul Basit juga dikeroyok sekelompok pemuda. Kelompok pemuda tersebut, diketahui mengeroyok Abdul Basit karena alasan emosi.

Kemudian peristiwa penyerangan seorang pastur di Sleman, Yogyakarta, Ahad (11/1) lalu. Penyerangan itu menyebabkan Pastur Romo Karl Edmund Prier terluka bersama lima orang lainnya.

Bukan hanya tokoh agama, tempat ibadah pun mengalami teror. Sebuah klenteng di Karawang, pada Ahad (11/2) mengalami ancaman bom. Kemudian, sebuah masjid di Tuban, mengalami kerusakan kaca pada Selasa (13/2) dini hari.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement