Senin 12 Feb 2018 18:24 WIB

DLH Jabar Temukan Puluhan Perusahaan Buang Limbah ke Sungai

Limbah yang dibuang melebihi Baku Mutu Air Limbah (BMAL).

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Gita Amanda
Sungai yang tercemar akibat pembuangan limbah dari pabrik (ilustrasi).
Foto: Septianjar Muharam
Sungai yang tercemar akibat pembuangan limbah dari pabrik (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jawa Barat (Jabar), menggelar inspeksi mendadak (Sidak) ke perusahaan yang di duga membuang limbah ke sungai. Menurut Kepala DLH Jabar, Anang Sudarna, Sidak tersebut digelar pada 2 sampai 3 Februari 2018. Hasilnya, dari 39 perusahaan yang diperiksa sekitar 70 persennya secara visual mencemari air. Limbah yang dibuang melebihi Baku Mutu Air Limbah (BMAL).

"Dari 39 perusahaan itu yang sudah terbukti melanggar dengan uji laboratorium ada 13 perusahaan. Yakni, lima perusahaan lokasinya ada di Kota Bandung dan delapan ada di Kabupaten Bandung Barat (KBB)," ujar Anang kepada wartawan, Senin (12/2).

Menurut Anang, dari 13 perusahaan yang sudah terbukti melakukan pencemaran tersebut, ada sekitar lima perusahaan yang sudah pasti akan masuk ke ranah hukum. Sebab, telah terbukti membuang limbah B3. Sehingga, diduga melanggar pasal 104 KUHP. Sedangkan sisanya, sanksi yang diberikan bermacam-macam. Ada yang diberikan sanksi administrasi dan ada yang harus membangun IPAL yang berfungsi dengan baik.

"Rencananya, besok laporan perusahaan pembuang limbah ini akan kami serahkan ke Polda Jabar. Termasuk ada satu perusahaan yang menolak kami Sidak," katanya.

Anang menjelaskan, perusahaan yang menjadi target untuk dilakukan Sidak di Kota Cimahi yang menolak dilakukan inspeksi mendadak, adalah PT Gucci Ratu Textile Industry. Alasan penolakan dilakukan Sidak, karena tidak ada pemberitahuan terlebih dahulu dari DLH Provinsi Jawa Barat kepada pihak perusahaan.

"Tentu saja kami tidak memberitahu rencana sidak terlebih dahulu, kan namanya juga Sidak jadi mendadak," katanya.

Penolakan untuk dilakukan inspeksi mendadak tersebut, kata dia, tidak sesuai dengan Pasal 115 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Berdasarkan Pasal 115 isinya, setiap orang yang dengan sengaja mencegah, menghalang halangi, atau menggagalkan pelaksanaan tugas pejabat pengawas lingkungan hidup (PPLH) dan/atau pejabat penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) dipidana dengan pidan penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp 500 juta.

"Jadi, kami sudah menyerahkan hasil inspeksi mendadak PT Gucci Ratu Textile Industry itu untuk dapat ditindaklanjuti penanganannya oleh Polda Jabar," katanya.

Anang menjelaskan, ada sembilan parameter yang dilakukan pada tes laboratorium tersebut. Namun, kebanyakan parameter yang diatas ambang batas baku mutu adalah parameter TSS, COD, BOD, dan minyak lemak. Bahkan ada perusahaan yang total zat padat terlarut hampir 20 kali dari baku mutu yang seharusnya.

"Rata-rata, hasil tesnya setiap parameter tiga kali lipat di atas baku mutu yang seharusnya," katanya.

Saat di Sidak, kata Anang, perusahaan tersebut terlihat memiliki IPAL. Tapi, IPALnya, bukan yang sebenarnya asal dibuat jadi tak bisa berfungsi. Padahal, sampai kapan pun, kalau IPAL nya tak di proses dengan benar pasti hasilnya akan selalu di atas baku mutu.

"Perusahaan yang melanggar, kebanyakan perusahaan tekstil," katanya.

Menurut Anang, perusahaan sepertinya tak percaya pemerintah akan bersikap tegas. Padahal, kemana pun perusahaan lari ia akan kejar. "Pemberian sanksi, pasti ada risiko PHK itu bagian dari revolusi mental," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement