REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jawa Barat, mengatakan masih banyak pelaku usaha mikro kecil (UMK) tidak melengkapi tempat usahanya dengan peralatan penunjang keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Padahal hal tersebut merupakan salah satu hal yang wajib.
Pada umumnya mereka belum teredukasi tentang pentingnya peralatan K3 untuk menunjang produktivitas kerja.
"Kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja sejatinya bukan hanya menimbulkan kerugian bagi tenaga kerja, tapi juga menganggu produktivitas usaha," ujar Ferry, pada Puncak Pencanangan Peringatan K3 Tingkat Jabar di Car Free Day Dago, Ahad (11/2).
Selain itu, menurut Ferry, akan ada banyak ongkos dan biaya yang harus dikeluarkan dan tidak bisa dihindari. Salah satunya adalah ongkos akibat dari tertundanya pekerjaan yang harusnya segera diselesaikan oleh tenaga kerja yang mengalami pekerjaan atau sakit.
"Belum lagi dengan kerugian materiil lainnya," kata Ferry.
Disnakertrans Jabar, kata dia, mencoba bangun kesadaran mulai dari satu peralatan K3, yaitu alat pemadam api ringan atau APAR. Selama ini salah satu kecelakaan kerja yang sulit dihindari adalah kebakaran.
"Lengkapi tempat usaha dengan APAR, termasuk bagi UMK," kata Ferry.
Berbeda dengan UMK, kata dia, pelaku usaha menengah dan besar umumnya sudah memiliki kesadaran tentang pentingnya kelengkapan peralatan K3. Namun, masih banyak pekerja yang belum memahami cara penggunaan peralatan tersebut.
Perusahaan menengah besar, kata dia, umumnya implementasi K3 sudah baik. Kalaupun angka kecelakaan kerja di Jabar pada 2017 meningkat, sebagian besar bukan terjadi di tempat kerja, melainkan di jalan saat pergi dan pulang kerja.
"Umumnya kecelakaan lalu lintas," katanya.
Oleh karena itu, kata dia, selain kepada pelaku usaha, khususnya UMK, Disnakertrans menggelar sosialisasi K3 bagi masyarakat umum. Targetnya, semua masyarakat paham dan sadar akan pentingnya implementasi K3, bukan hanya di lingkungan kerja, tapi dalam kehidupan sehari-hari.
Perlu diketahui, berdasarkan data Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan Provinsi Jabar menyebutkan, jumlah kecelakaan kerja sepanjang 2017 mencapai 22.878 kasus dengan klaim sebesar Rp 157,816 miliar. Angka tersebut meningkat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Peningkatan kasus kecelakaan kerja pada 2017 mencapai 7,4 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Jumlah kecelakaan kerja pada 2016 mencapai 21.296 kasus, dengan klaim sebesar Rp 135,967 miliar.
Sementara pada 2015 jumlahnya sebanyak 14.664 kasus dengan klaim sebesar Rp 83,956 miliar.