REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar media dari Universitas Indonesia, Dr Irwansyah mengatakan saat ini hanya sebagian kecil pers yang berusaha membangun kecerdasan masyarakat. Pers di Indonesia, lanjutnya, telah hadir sebagai bagian dari masyarakat untuk menjadi mediator dan melakukan mediatisasi.
"Sayangnya perannya cenderung mengikuti pasar global dan liberal. Sebagian berusaha menyejukkan hati namun sebagian cenderung membuat pembaca menjadi emosi. Hanya sebagian kecil yang berusaha membangun kecerdasan," ujar Irwansyah di Jakarta, Sabtu (10/2).
Begitu juga dengan pers yang menjalankan pilar demokrasi, tambah dia, sangat ditentukan oleh kepemilikan dan ideologi pasar. "Sayangnya lagi, demokrasi yang dibangun tidak memperlihatkan pers yang berdaulat, membangun kesadaran berbangsa, dan mensejahterakan rakyat," tambah dia.
Apalagi di tahun politik, yang mana setiap pihak mulai menunjukan keperpihakannya. Sehingga perjuangan mempertahankan pers yang kuat menjadi tergerus karena keterlibatannya dalam percaturan politik.
Netralitas pers juga diragukan karena beberapa anggota dan pengurusnya di Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) ikut dalam proses demokrasi bukan sebagai penguat kebebasan. "Tetapi cenderung menjadi birokrat pemerintah yang prosesnya didukung beberapa partai politik," papar dosen komunikasi itu.
Artinya, tambah dia, menjadi tokoh pers negarawan dan memiliki wawasan kebangsaan tidak lagi populer karena terjun sebagai salah satu partisan dalam proses demokratisasi.
Pelaksanaan Hari Pers Nasional (HPN) ke-32 diselenggarakan di Padang pada 8 hingga 9 Februari dan dihadiri langsung Presiden Joko Widodo. HPN pada tahun ini mengangkat tema 'Meminang Keindahan di Padang Kesejahteraan'.