REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi membuka puncak peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 2018, di sekitar Danau Cimpago, Kota Padang, Sumatra Barat, Jumat (9/2). Namun, ada pemandangan yang sedikit berbeda dengan peringatan HPN yang sudah dia hadiri tiga tahun terakhir. Ya, Jokowi bertukar peran dengan seorang jurnalis dan berpura-pura menjadi wartawan.
Jokowi tiba di lokasi acara sekitar pukul 10.00 WIB. Di tengah pidatonya mengenai pentingnya pers di HPN 2018, mantan wali kota Surakarta, Jawa Tengah, tersebut tiba-tiba meminta satu wartawan yang juga hadir di lokasi untuk maju ke depan panggung. Kemudian, seorang pria mengacungkan tangannya dan dipilih Jokowi untuk maju.
Pria ini kemudian memperkenalkan dirinya sebagai Muhammad Yusri Raja Agam. Ia sudah menjadi wartawan di Surabaya, Jawa Timur, selama 40 tahun. Kemudian Jokowi kemudian melontarkan permintaan yang tidak diduga.
"Nah, mumpung hari pers. Saya minta Yusri jadi presiden dan saya jadi wartawan," ujarnya. Sontak permintaan Jokowi ditanggapi dengan para tamu undangan yang tertawa. Kemudian dialog yang unik itu terjadi. Berikut ini dialognya:
Wartawan Yusri (W): Baik, saudara wartawan. Apa yang mau ditanyakan?
Presiden Jokowi (J): Sudah bagus tuh. Saya saja tidak berani, yakin. Kalau presiden bagus. Begini, bapak punya menteri 34, menteri mana menurut bapak yang anggap paling penting?
W: Sebenarnya semua penting, tapi yang paling penting menteri yang bisa membuat presidennya nyaman.
J: Berarti menteri yang bapak anggap paling penting yang mana? To the point saja. Jangan berputar gitu. Saya belum bisa nulis.
Pernyataan Jokowi disambut tawa tamu undangan.
W: Menteri yang urusi wartawan.
J: Berarti yang paling penting urusi wartawan. Menteri apa itu?
W: Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo).
J: Kenapa?
W: Supaya informasi bisa disampaikan mulai dari kota sampai ke desa. Semua menerima informasi.
J: ini jawaban politis ini? (Para hadirin kembali tertawa)
W: Termasuk.
J: Saya seringkali sebal, jengkel pertanyaan awal itu enak-enak. Tapi begitu di tengah pertanyaannya sulit-sulit. Sekarang saya tanya kepada presiden, media apa paling menyebalkan? Yang bapak sering jengkel.
W: Media abal-abal.
J: di Istana tidak ada media abal-abal. Medianya resmi semuanya tapi banyak yang menyebalkan. Sampaikan apa adanya. Yang mana Pak? Entah TV atau media cetak atau online.
W: Yang paling menyebalkan Rakyat Merdeka.
J: Bapak tahu perasaan saya. Sama persis. (Para hadirin kembali tertawa). Kenapa? Kenapa Rakyat Merdeka?
W: Kalau Rakyat Merdeka itu pemimpinnya kan susah.
J: Pemimpinnya susah maksudnya?
W: Kalau rakyat merdeka semua padahal ada aturan pemerintah.
J: Ya makasih. Beri dia (Yusri) sepeda satu.
Para tamu undangan kembali tertawa dan menyoraki Yusri dan Presiden.