Kamis 08 Feb 2018 18:02 WIB

Bukan Hanya Harus Gaya, Mode Pun Harus Sensitif

Manusia modern tidak lepas dari kebutuhan untuk menggunakan produk dari retail besar.

Indira Rezkisari
Foto: Dok. Pribadi
Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Indira Rezkisari, wartawan Republika

Manusia modern tidak lepas dari kebutuhan untuk menggunakan produk dari retail besar. Bersepatu Nike, mengenakan kemeja H&M, atau menyeruput kopi Starbucks adalah bagian dari kehidupan.

Namun apa yang terjadi ketika merek retail besar kebablasan? Yang umumnya terjadi adalah publik akan marah. Lalu melakukan boikot. Namun, kemudian beberapa bulan kemudian lupa.

Dalam beberapa bulan terakhir label asal Swedia, H&M membuat masyarakat geram. Pertama karena jaket dengan tudung atau hoodie bertuliskan ‘Coolest Monkey in the Jungle’. Sepintas tak ada yang salah dengan jaket itu. Bintang iklan jaket itu yang rasanya tidak pantas.

Seorang anak berkulit hitam menjadi model iklan jaket itu. Masyarakat pun marah. Bertanya mengapa H&M mengaitkan seorang anak kulit hitam dengan binatang monyet.

Penyanyi Kanada The Weeknd bersuara. Ia mengaku terkejut dan malu. Ia bahkan memutuskan mengakhiri kontrak kerjanya dengan H&M gara-gara iklan jaket yang menyinggungnya. Jaket itu juga berbuntut pada penutupan seluruh gerai H&M di Afrika akibat pengrusakan toko oleh masyarakat yang tersinggung.

Jaket bernada menyinggung itu bukan kali pertama bagi H&M. Sebelumnya H&M pernah dikritik aktivis hewan karena mengeluarkan jaket dengan tulisan ‘Dogfight in Random Alley’ di bagian belakangnya.

Slogan tersebut menyirat perkelahian anjing yang kejam, melibatkan dua anjing saling berhadapan dan beradu hingga salah satu kelelahan atau terluka parah. Dalam pertarungan tersebut, anjing biasanya didorong hingga salah satunya mati.

Insiden paling terakhir masih dari H&M adalah sebuah kaus kaki yang diduga bergambar mirip tulisan Arab Allah. Tulisan tersebut ditemukan dalam sebuah kaus kaki bergambar Lego memegang bor yang sedang melakukan galian. Hasil dari galian tersebut menyerupai tulisan Arab namun tergambar terbalik dalam kaus kaki.

H&M telah memberikan konfirmasi jika hal tersebut hanya kebetulan dan bukan sesuatu yang disengaja. Mereka meminta maaf atas ketidaknyamanan pada pelanggan.

"Cetakan di kaus kaki ini mewakili patung Lego, namun, ada makna lain yang sama sekali kebetulan dan kami mohon maaf jika motif ini menyinggung perasaan siapa pun," ujar juru bicara H&M.

Menjadi manusia yang sensitif terhadap kelompok manusia lain agaknya bukan hal mudah. Ketika Nike memperkenalkan produk barunya yaitu hijab untuk Muslimah, pro dan kontra terjadi. Muslimah di satu sisi tentu bahagia. Akhirnya mereka bisa menggunakan hijab yang memang dirancang oleh ahli pakain olahraga. Selain itu adanya pengakuan dari label besar tentu membuat Muslimah merasa eksistensinya dihargai oleh masyarakat luas.

Atlet angkat berat Amerika Serikat Amna Al Haddad yang seorang Muslim dan berhijab menyatakan perspektifnya ketika Nike meluncurkan produk hijab untuk olahraga. “Dari perspektif saya sebagai mantan atlet yang berlaga dengan hijab, di masa lalu, merek besar tidak melihat kebutuhan atau pasar untuk itu karena tidak populer dan itu tidak pernah terdengar untuk melihat wanita latihan dan bersaing dengan jilbab," katanya.

"Ini adalah fenomena baru di mana banyak perempuan telah menyatakan kebutuhan untuk itu dan atlet lebih profesional telah berjuang untuk hak untuk bersaing dengan jilbab, dan memiliki lapangan bermain yang sama. Kami membuat berita ini besar. Kami tidak akan mengabaikan,"

Ada faktor merasa dihargai ketika label besar memutuskan untuk membuat produk yang disesuaikan dengan kebutuhan tiap kelompok manusia. Entah itu berkerudung, berkulit hitam, berkulit terang, tinggi atau pendek.

Kehadiran hijab olahraga Nike yang diberi nama Nike Pro Hijab sempat mengundang kontroversi karena merek besar itu dianggap menormalisasi penindasan perempuan. Ya, bagi mereka yang tidak paham penggunaan hijab masih dipandang sebagai bentuk penindasan.

Sensitivitas agaknya belum menjadi kebiasaan bagi banyak orang. Banyak yang memilih untuk marah dulu, ketimbang mendengarkan lebih dulu agar bisa timbul pengertian.

Publik pun bertanya, bagaimana bisa perusahaan sekelas H&M mengeluarkan iklan yang sama sekali tidak mempertimbangkan perasaan mereka yang berkulit hitam dengan jaket ‘Coolest Monkey in the Jungle’. Atau kaos kaki, yang diinjak penggunaannya, dengan gambar yang mirip tulisan Allah.

Termasuk juga bisa berbangga ketika retailer besar seperti Uniqlo atau rumah mode papan atas memiliki lini khusus modest fashion alias busana yang bisa digunakan Muslimah. Tak sebatas demi meraup pundi-pundi keuntungan tapi juga karena ada rasa bahagia ketika retailer besar mau menghargai eksistensi Muslimah dan kaum Muslim keseluruhan.

Menciptakan produk, iklan, teknik pemasaran, atau pernak-pernik berjualan lainnya yang tidak menyinggung pun menjadi strategi penting bagi retailer. Jangan sampai publik kesal. H&M tentu tak mau kejadian di Afrika, terulang bukan?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement