REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Ketua Umum Partai Demokrat, melaporkan pengacara terdakwa kasus megakorupsi KTP elektronik (KTP-el) Setya Novanto, Firman Wijaya, ke Bareskrim Polri pada Selasa (6/2). Pelaporan itu terkait ucapan Firman usai sidang Novanto pada Kamis (25/1) lalu atas dugaan pencemaran nama baik.
Firman Wijaya menilai kesaksian Mirwan Amir dalam persidangan kliennya, Kamis (25/1), memperlihatkan kekuatan besar yang disebut mengintervensi proyek KTP-el itu adalah anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR periode 2009 2014. Apalagi, kata dia, proyek KTP-el itu amat erat kaitannya dengan anggaran.
Baca Juga: Mengapa SBY Begitu Marah?
Karena itu, Firman menilai keliru dengan anggapan bahwa proyek tersebut dikendalikan oleh Novanto. Firman juga menyebutkan, proyek KTP-el dikuasai pemenang Pemilu 2009, yakni Partai Demokrat dan SBY.
Wakil ketua Badan Anggaran DPR RI periode 2009-2014 Mirwan Amir menyatakan, keterangan dirinya sebagai saksi perkara KTP-el dengan terdakwa Setya Novanto di persidangan Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta, adalah kejadian fakta yang sesungguhnya. Namun, lanjutnya, tidak ada maksud untuk memojokkan pihak-pihak tertentu, termasuk SBY.
"Juga tidak ada nada tuduhan kepada SBY," kata dia dalam keterangan tertulis, Rabu (7/2).
Mirwan mengatakan, keterangannya di persidangan juga tidak terkait dengan urusan atau kepentingan orang lain atau pihak lain manapun. "Itu adalah keterangan pribadi saya sebagai saksi di persidangan," ujar dia.
Dalam keterangan tersebut, Mirwan juga membantah telah membuat pernyataan klarifikasi terhadap kesaksiannya di muka persidangan, yang ditujukan kepada pemimpin redaksi salah satu media elektronik dan cetak di Indonesia.
"Perlu saya tegaskan bahwa saya tidak pernah menulis surat tersebut. Surat tersebut adalah hoaks. Isinya juga penuh fitnah dan hoaks," paparnya.
Seperti diketahui, dalam persidangan Novanto 25 Januari lalu, Mirwan mengaku pernah meminta SBY untuk menghentikan proyek pengadaan KTP-el. Namun, saat itu SBY menolak permintaan Mirwan.
Mirwan merupakan wakil ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR dari Fraksi Partai Demokrat periode 2009-2014. Dia kini menjadi pengurus di Partai Hanura. "Pernah saya sampaikan bahwa program KTP-el ini lebih baik tidak dilanjutkan," ungkap Mirwan saat dicecar pertanyaan oleh kuasa hukum Novanto, Firman Wijaya, terkait keterlibatan partai pemenang pada Pemilu 2009 dalam proyek KTP-el.
"Itu disampaikan langsung kepada Pak SBY?" tanya Firman kepada Mirwan.
"Iya," jawab Mirwan.
"Di mana?" tanya Firman lagi.
Mirwan menjawab di Cikeas.
"Pada waktu itu tanggapan dari Pak SBY apa?" cecar Firman.
"Tanggapan dari Bapak SBY bahwa ini kita untuk menuju pilkada, jadi poyek ini harus diteruskan. Saya hanya sebatas itu saja. Posisi saya hanya orang biasa saja, tidak punya kekuatan," jawab Mirwan.
Tunjuk kuasa hukum
Firman Wijaya menunjuk Boyamin Saiman sebagai kuasa hukumnya untuk menghadapi laporan SBY. Pada Selasa (6/2), SBY melaporkan Firman ke Bareskrim Polri atas tuduhan pencemaran nama baik.
"Hasil pembicaraan saya dengan Firman Wijaya hari ini, disepakati saya ditunjuk untuk menjadi koordinator kuasa hukum Firman Wijaya dalam menghadapi pelaporan SBY ke Bareskrim Polri dengan tuduhan pencemaran nama baik," kata Boyamin Saiman di Jakarta, Rabu.
Dia mengatakan, penunjukan ini telah diterimanya semata-mata karena dirinya yakin bahwa Firman Wijaya menjalankan tugas profesinya untuk menggali semua fakta yang terkait dengan kasus KTP-el. "Dalam rangka membela kliennya yang jelas-jelas dilindungi Undang-undang Advokat. Saya yakin Firman Wijaya tidak bersalah dalam menjalankan tugas profesinya," kata Boyamin.
Untuk memperkuat tim, kata Boyamin, dia telah menyiapkan tim dari kantor Boyamin Saiman Law Firm Jakarta dan Kartika Law Firm Surakarta. Pihaknya masih akan menghimpun dan menambah advokat lain yang peduli dengan Firman Wijaya, termasuk advokat dari Kantor Firman Wijaya secara inhouse.
Menurut Boyamin, secara prinsip pihaknya menghormati proses hukum dan mengapresiasi semua pihak yang menggunakan jalur hukum untuk menyelesaikan sengketa secara beradab.
Hak imunitas Firman tak berlaku
Namun, menurut pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar, hak imunitas terhadap advokat tidak berlaku pada Firman Wijaya. Sebab, pernyataan Firman soal adanya intervensi terhadap proyek tersebut terjadi di luar persidangan.
"Ya, Firman Wijaya bisa dituntut atas pernyataannya di luar sidang. Hak imunitas tidak melekat padanya. Karena, di luar itu bukan forum untuk menyampaikan pembelaan," tutur dia, Rabu.
Fickar menjelaskan, pengertian di luar sidang itu, berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi yang memperluas Pasal 16 UU Advokat, yakni forum-forum di luar sidang, seperti di kepolisian, kejaksaan, atau di lembaga-lembaga yang terkait dengan perkaranya. "Sedangkan, wawancara di luar sidang sepenuhnya menjadi tanggung jawab pribadi yang tidak berkaitan dengan profesi," kata dia.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Lingkar Madani Ray Rangkuti menilai, laporan SBY kepada kepolisian terkait pernyataan Firman Wijaya beberapa waktu lalu berlebihan. Sebab, Firman hanya mengungkapkan kembali apa yang dikatakan saksi persidangan.
Ray mengumpamakan, pernyataan Firman yang berujung adanya laporan kepolisian dari SBY itu ibarat wartawan yang menulis keterangan saksi dalam sebuah persidangan. Dalam berita, si wartawan menuliskan pihak yang terlibat berdasarkan keterangan saksi tersebut.
Hingga akhirnya, lanjut Ray, wartawan itu dilaporkan ke polisi oleh pihak yang disebut saksi persidangan. "Terus bohongnya di mana. Ini seperti Anda menulis, dengar persidangan lalu menulis, nah orang yang disebut ini laporkan Anda ke polisi," paparnya. Terlepas dari itu, Ray berharap kepolisian bisa bijak dalam menindaklanjuti laporan SBY tersebut. (Pengolah: nashih nashrullah).