Rabu 07 Feb 2018 17:56 WIB

BPOM Peringatkan Masyarakat Waspada Beli Parfum Online

Kandungannya yang melebihi batas dan tidak sesuai bisa sebabkan kanker.

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Indira Rezkisari
Polisi datangi rumah produksi parfum palsu di wilayah Tamansari, Jakarta Barat, Rabu (7/2).
Foto: Republika/Rahma Sulistya
Polisi datangi rumah produksi parfum palsu di wilayah Tamansari, Jakarta Barat, Rabu (7/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) DKI Jakarta mengimbau masyarakat agar berhati-hati membeli parfum via media daring. Pasalnya, beredar parfum-parfum palsu dengan merek ternama namun harga murah, dan membahayakan kulit.

Kepala BPOM DKI Jakarta, Dewi Prawitasari, mengatakan masyarakat harus cek KLIK sebelum membeli parfum maupun membeli kosmetik, obat, maupun barang lainnya. "Kami imbau dalam memilih farmasi, kosmetik, jamu, agar selalu perhatikan cek KLIK," jelas dia saat ditemui di lokasi rumah produksi parfum palsu wilayah Tamansari, Jakarta Barat, Rabu (7/2).

Dewi menjelaskan, KLIK harus selalu diingat masyarakat. K untuk Kemasan, harus dicek masih segel atau tidak. L untuk Label, apakah memuat informasi lengkap atau tidak. I untuk Izin edar, harus dilihat izin edarnya ada atau tidak. Dan K untuk Kedaluwarsa, harus dicek tanggalnya.

Untuk pengecekan izin edar, masyarakat bisa langsung menanyakan pada pihaknya dengan menghubungi nomor 1500533. Selain itu, masyarakat juga bisa melapor pada BPOM jika menemukan barang-barang dagangan palsu atau membahayakan bagi masyarkat.

"Masyarakat belum ada yang lapor, mungkin masyarakat belum tahu mau lapor ke mana. Sekarang masyarakat bisa lapor ke BPOM. Masyarakat kalau mau membeli, jangan lupa cek KLIK. Baik itu mau beli daring atau beli langsung," jelas Dewi.

Terkait temuan parfum palsu yang telah diselidiki oleh BPOM bersama dengan kepolisian, ditemukan parfum yang kandungan metanolnya melebih batas standar BPOM. Dewi menyebutkan, etanol dan metanol memang tidak bisa dipisahkan dalam membuat parfum, tapi batas maksimalnya hanya 5 persen saja.

Sementara, parfum-parfum palsu itu kandungan metanolnya mencapai 26 persen, lalu pewarnanya juga berbahaya yakni menggunakan pewarna cap stempel. Efek jika digunakan secara terus-menerus, ini dapat menyebabkan kanker kulit dan gangguan pernapasan.

"Ini bentuk kerjasama, kita juga lakukan pengamatan kepada parfum. Ada satu temuan parfum yang punya izin edar, tapi ternyata izin edar itu sudah dicabut (tidak berlaku). Jadi parfum di sini tidak ada izin edarnya," jelas Dewi.

Ia mengimbau masyarakat untuk selalu memperhatikan aspek-aspek penting dalam memilih produk apapun. Jika menemui produk-produk yang mencurigakan, bisa langsung hubungi BPOM atau pihak berwajib.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement