Rabu 07 Feb 2018 02:25 WIB

Strategi Kementerian PUPR Kurangi Banjir Jakarta

Kementrian PUPR membangun dua bendungan di Bogor.

Rep: Mg01/ Red: Dwi Murdaningsih
Warga beraktivitas saat banjir melanda ruas jalan Jatinegara Barat, Jakarta, Selasa(6/2).
Foto: Republika/Prayogi
Warga beraktivitas saat banjir melanda ruas jalan Jatinegara Barat, Jakarta, Selasa(6/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melakukan beberapa program untuk mengurangi banjir di Jakarta. Salah satunya adalah dengan membangun dua bendungan di Bogor.

Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane Ditjen Sumber Daya Air Kementerian PUPR Jarot Widyoko mengatakan, dua bendungan itu sedang dalam proses pembangunan yakni berada di Ciawi dan Sukamahi. Dengan target penyelesaian pada tahun 2019 mendatang.

"Penanganan banjir mulai dari hulu ke hilir. Dari hulu Sungai Ciliwung kan di Bogor, di sana kita menyiapkan dua bendungan, bendungan Ciawi dan Sukamahi sekarang suda mulai. Fungsinya untuk mereduksi puncak banjir," kata Jarot usai acara konferensi pers di Kantor BMKG Jakarta Pusat, Selasa (2/6).

Ia menambahkan, bendungan tersebut berfungsi bukan untuk menampung, tetapi mengendalikan air yang mengalir. Jika suatu saat terjadi hujan deras bisa dikendalikan di bendungan tersebut.

Jika nanti bendungan tersebut jadi, laju air menuju Jakarta akan terhambat dan bisa mengurangi debitnya karena tertampung. Jenisnya adalah bendungan kering, saat terjadi hujan bisa menampung air, dan saat tidak hujan bendungan tersebut kering.

Selain dibangun bendungan, normalisasi Sungai Ciliwung juga dilakukan, misalnya dengan membuat sudetan sungai. Air dari bendungan mengali ke Ciliwung dan sudetan masuk ke Cipinang dan Banjir Kanal Timur (BKT).

Selain normalisasi sudetan juga dibangun waduk-waduk yang bakal dipompa ke laut. Ia mengatakan, sampai saat ini proses normalisasi masih terkendala pembebasan lahan. Jarot menjelaskan, proses normalisasi Sungai Ciliwung tidak seluruhnya dilakukan, hanya sepanjang 33 kilometer dan saat ini baru berjalan sepanjang 16 kilometer.

"Sampai saat ini, normalisasi Ciliwung contohnya, itu dari 2013 sampai 2017, dari 33 kilometer itu baru 16 kilometer, jadi masih sekitar 17 kilo lagi. Kalau dilihat, contoh yang sudah kita normalisasi di dekat SMA 8, Bukit Duri," kata Jarot.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement