Ahad 04 Feb 2018 18:55 WIB

Faktor Cuaca Jadi Kendala Pengiriman Bantuan ke Asmat

Cuaca tidak bersahabat membuat pihak pelabuhan tidak memberikan izin menyeberang.

Rep: Muhyiddin/ Red: Ratna Puspita
Presiden ACT, Ahyudin saat melepas bantuan 100 ton beras ke Asmat
Foto: Republika/Muhyiddin
Presiden ACT, Ahyudin saat melepas bantuan 100 ton beras ke Asmat

REPUBLIKA.CO.ID, MERAUKE -- Bantuan ke Kabupaten Asmat hingga saat ini masih terus mengalir dari pemerintah maupun lembaga kemanusiaan. Namun, cuaca kerap menjadi kendala bagi pengiriman logistik ke daerah yang sedang dilanda kejadian luar biasa (KLB) campak dan gizi buruk ini.

Seperti halnya saat lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT) mengirimkan bantuan 100 ton ke Asmat melalui Pelabuhan Pintu Air, Merauke, Sabtu (4/2) kemarin. Kepala Sub Regional Bulog Yudi Wijaya mengatakan pengiriman bantauan ke Asmat biasanya terkendala dengan cuaca yang kurang bersahabat.

Menurut dia, ketinggian ombak bisa mencapai empat sampai enam meter saat berada di tengah laut. Karena itu, kadang pihak pelabuhan tidak memberikan izin untuk menyeberang.

"Jadi itu pak. Terkendalanya angkutan dari Merauke ini ke Agats di Kabupaten Asmat itu. Jadi pihak pelabuhan juga tidak mengeluarkan izin dari pemberangkatan sementara di laut itu ombaknya besar," ujar Yudi.

Hal ini dibenarkan otoritas Pelabuhan Pintu Air Merauke, Marwandi. Menurut dia, ketika ombaknya besar pengiriman bantuan dengan menggunakan kapal tidak izinkan atas penjelasan dari BMKG.

"Memang benar sampai saat ini belum ada ijin dari BMKG mungkin kita lihat satu dua hari ke depan. Kalau memang cuacanya bagus mungkin diberangkatkan dalam waktu dekat," katanya.

Hingga saat ini sudah ada 72 korban jiwa yang tumbang akibat adanya kejadian luar biasa di Asmat. Tim kesehatan dari instansi pemerintah atau pun dari lembaga kemanusian telah terjun ke lokasi untuk memberikan bantuan, baik bantuan imunisasi ataupun logistik.

Presiden ACT Ahyudin menjelaskan lembaganya telah bekerjasama dengan Bulog di Merauke untuk mengirimkan 100 ton beras ke warga Asmat. Menurut dia, beras tersebut dibeli dari para petani Merauke.

Merauke merupakan daerah penghasil beras terbanyak nomor dua di Indonesia. "Jadi bulog ini penyedia logistik bantuan beras khususnya, kami belanja beras itu dari Bulog di Merauke. Dan berasnya itu berasal dari para petani di Merauke ini," kata Ahyudin.

Ia menuturkan, problem KLB di Amsat itu terjadi lantaran masyarakat Asmat kekurangan kebutuhan pangan. Karena itu, ACT turut mengirimkan bantuan 100 ton beras dan bantuan logistik lainnya ke Asmat. 

"Jadi kalau bantuan memang menurut saya pasti makanan. Karena akar dari problem KLB di Asmat itu pasti kekurangan pangan. Jadi saya kira bantuan pangan ini tidak boleh mengendor. harus kuat. Dan ke depan jangka panjang sekali masyarakat Asmat harus didorong untuk kuat mandiri secara ekonomi," jelasnya.

Menurut dia, bencana yang terjadi di Asmat merupakan tanggung jawab semua pihak, baik pemerintah maupun lembaga kemanusiaan. Dia mengatakan, momentum adanya KLB ini bukan hanya untuk membantu warga Asmat, tetapi juga memontum untuk memberdayakan Papua secara keseluruhan.

Sementara itu, para petani di Merauke merasa senang lantaran turut terlibat dalam pengiriman bantuan 100 ton beras ACT ke Kabupaten Asmat. Bahkan, salah satu petani dari Merauke, Sakiman (52) sampai harus lembur dalam mengubah gabah menjadi beras.

Pemilik penggilingan padi Sri Rejeki ini mengatakan, setiap hari biasanya penggilingan miliknya hanya mampu menghasilkan 20 ton beras per hari. Dengan adanya permintaan 100 ton beras dari ACT, ia dan 12 petani lainnya harus bekerja keras.

"Kita lembur tiap malam untuk turut terlibat membantu masyarakat Asmat, sehingga kita bisa menyiapkan 100 ton hanya dalam waktu empat hari," ucapnya saat berbincang dengan Republika, Ahad (4/2). 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement