Ahad 04 Feb 2018 07:21 WIB

Penganiayaan di Dunia Pendidikan Jadi Acuan Perbaikan Sistem

Kasus ini dianggap secara utuh sebagai kasus besar yang perlu tinjauan lebih lanjut.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Andi Nur Aminah
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih.
Foto: Humas DPR RI
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus penganiayaan di dunia pendidikan kembali muncul setelah seorang guru di Sampang meninggal dianiaya muridnya. Menanggapi hal ini, Wakil Ketua Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Abdul Fikri Faqih menyatakan baiknya hal ini dijadikan sebagai acuan dalam perbaikan sistem pendidikan di Indonesia.

"Bila ada kasus seperti ini (penganiayaan, Red), sebaiknya jangan hanya diselesaikan secara parsial dan sporadis. Jadikan ini sebagai acuan perbaikan sistem pendidikan kita utamanya proses belajar mengajar beserta kode etiknya," ujar Fikri saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (4/2).

Maksud dari diselesaikan secara parsial dan sporadis di sini yaitu suatu bentuk penyelesaiannya yang tidak tuntas atau hanya mengacu pada satu masalah saja. Fikri meminta agar kasus ini dianggap secara utuh sebagai kasus besar yang perlu tinjauan lebih lanjut.

Hal ini mengingat sudah banyak kasus guru yang dilaporkan oleh wali murid karena menganiaya muridnya atau sebaliknya guru melaporkan muridnya. Sudah sering pula terdengar gagasan regulasi tentang perlindungan terhadap guru maupun dosen.

Menurut Fikri, saat ini sudah waktunya bagi pihak yang berwenang atau berkepentingan memikirkan jalan keluar dan mengusulkan hal tersebut kepada pemerintah lewat DPR. Untuk sekarang, dia juga menyebut sudah ada gagasan mengenai perlindungan terhadap profesi guru. "Kalau sudah ada pihak yang perhatian dengan masalah ini tentu selanjutnya bisa mengajukan draft maupun naskah akademik juga konsep yang lebig detail. Hal ini bisa diajukan menjadi inisiatif DPR," kata dia.

Mengenai aturan atau regulasi terkait kasus kekerasan yang terjadi di sekolah, Fikri menyatakan sudah ada Rancangan Undang-Undangnya (RUU). RUU itu disebut juga sudah memiliki Surat Presiden (Surpres) namun tindaklanjutnya berjalan alot.

Slot tersebut kemudian akan diajukan kepada Badan Legislasi (Baleg) agar masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) dan menjadi RUU inisiatif DPR. Untuk kasus di SMA Negeri 1 Trojun, Sampang, Madura, Fikri menyatakan tentunya secara porposional harus ditangani sesuai prosedur hukum pihak berwajib.

Hal ini perlu dilakukan mengingat penganiayaan tersebut berakibat menghilangkan nyawa seseorang. "Sapa pun itu, maka harus diproses secara hukum. Namun juga menggunakan regulasi tentang Perlindungan Anak mengingat usia pelaku yang masih belia atau tergolong anak-anak," ucap Fikri. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement