REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Barat akan mengerahkan 21.500 personel untuk tahapan pengamanan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2018 di kawasan Jawa Barat. Seluruh personel diterjunkan sampai proses pemungutan dan penghitungan suara selesai pada Juni.
Kapolda Jawa Barat Irjen Agung Budi Maryoto mengatakan, 21.500 personel itu belum termasuk tambahan dari TNI. "Diperkirakan, ada 27 Satuan Setingkat Kompi (SSK) atau 2.700 personil yang akan menyebar di seluruh wilayah Jawa Barat yang mengadakan Pilkada serentak," ujarnya saat ditemui di sela-sela simulasi latihan pengamanan Pilkada 2018 di Bogor, Sabtu (3/2).
Personel dari Polri dan TNI ini akan digabung dalam satuan yang diberi nama Tri Patra. Semuanya terdiri dari unsur satuan Sabhara Polresta Bogor Kota, Brimob Polda dan satuan TNI wilayah. Mereka bertugas menjaga keamanan sebelum dan saat Pilkada 2018 serta mengantisipasi gangguan keamanan ketertiban masyarakat (kantibmas) menonjol.
Dari seluruh kawasan Jawa Barat yang menjalani Pilkada serentak 2018, Agung mengatakan, pemetaan daerah rawan tidak bisa diprediksi, mengikuti dinamika kondisi terbaru di tiap daerah. "Daerah rawan cenderung fluktuatif," ucapnya.
Tapi, Agung menyebutkan, ada dua tipe daerah yang diperkirakan akan lebih rawan dibanding dengan kawasan lain. Di antaranya, kabupaten/ kota yang peserta Pilkada hanya dua pasang atau bersifat head to head.
Daerah itu memiliki potensi gangguan kamtibmas lebih tinggi dikarenakan masyarakat setempat terpecah hanya ke dua kelompok. Berarti, kekuatannya akan lebih besar dibandingkan ketika suatu daerah memiliki tiga atau empat kelompok pendukung. Seperti Cirebon dan Ciamis.
Daerah kedua yang diprediksi memiliki tingkat rawan tinggi adalah berdasar pengalaman kerusuhan. Kawasan yang pada Pilkada sebelumnya terjadi gangguan kantibmas berpotensi mengalami hal serupa, sehingga persiapan dari tingkat pengamanan pun lebih tinggi.
Dari segi tahapan, masa kampanye sampai akhir memiliki tingkat rawan bervariasi. Pemungutan dan penghitungan suara, dilihat Agung, sebagai tahapan paling rawan. "Sebab, terkadang ada yang bisa nerima tapi ada juga yang tidak," tuturnya.
Pengamanan tidak hanya dilakukan di lingkungan sekitar, juga di dunia maya melalui satuan cybercrime. Mereka bertugas patroli di dunia maya yang sering kali ditemukan konten penghasutan dan penghinaan terhadap suatu partai politik maupun pribadi peserta.
Apabila memang ditemukan kondisi itu, satuan cybercrime akan melakukan penyelidikan. Dari hasil itu, jika ada dua alat bukti yang cukup sesuai Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), maka ditingkatkan ke penyidikan. Kepada masyarakat, Agung mengimbau agar bisa menggunakan hak pilih sesuai dengan keinginan hati tanpa melakukan intimidasi atau pemaksaan.
"Tindakan ini melanggar hukum dan akan diberlakukan penegakan hukum secara tegas dan adil," ucapnya.