REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Adjie Alfaraby mengatakan, ada dua isu yang kemungkinan akan menerpa Joko Widodo (Jokowi), jika maju kembali sebagai calon pejawat di Pilpres 2019. Berdasarkan survei elektabilitas Jokowi saat ini berada di angka 48,50 persen.
Peneliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI), Adjie Alfaraby menjelaskan, dari survei yang dilakukan LSI pada 7-14 Januari 2018, elektabilitas Jokowi mencapai 48,50 persen. Di sisi lain, elektabiltas calon-calon pesaing Jokowi sebesar 41,20 persen dan ada 10,30 persen orang yang belum menentukan pilihan.
Dari sisi kepuasan kinerja, 70 persen responden merasa puas dengan kinerja Jokowi dan 21,30 persen responden merasa kurang puas.Dari data itu, LSI melihat Jokowi sudah kuat tapi belum aman. Dalam jumlah besar, publik tak puas dengan kondisi ekonomi.
''Masalahnya, isu ekonomi adalah isu terpenting yang membuat pejawat menang atau kalah,'' ujar Adjie, Jumat (2/2).
Sebesar 52,6 persen responden menyatakan harga-harga kebutuhan pokok makin memberatkan mereka. Sebesar 54,0 persen responden menyatakan sulit mendapatkan pekerjaan. Sebesar 48,4 persen responden menyatakan pengangguran semakin meningkat.
Merebak pula isu buruh negara asing, terutama yang berasal dari Cina. Di tengah sulitnya lapangan kerja dan tingginya pengangguran di berbagai daerah, isu tenaga kerja asing sangat sensitif.
Isu ini secara nasional memang belum populer karena belum banyak diketahui masyarakat. Survei LSI menunjukan baru 38,9 persen responden mendengar isu ini. Dari jumlah itu, 58,3 persennya menyatakan sangat tidak suka dengan isu itu dan hanya 13,5 persen yang menyatakan suka.
Jokowi rentan pula terhadap isu agama. Kekuatan dan isu Islam politik diprediksi akan mewarnai Pilpres 2019 seperti yang terjadi pada Pilkada DKI Jakarta 2017, tapi dalam kadar berbeda. Islam politik sendiri adalah terminologi untuk segmen pemilih yang percaya dan sangat yakin politik tak bisa dipisahkan dari agama.
''Untuk pemilih Indonesia, jumlah segmen Islam Politik terbilang besar,'' katanya.
Sebesar 40,7 persen responden menyatakan tidak setuju agama dan politik dipisahkan. Sementara 32,5 persen publik menyatakan agama dan politik harus dipisahkan. Dari mereka yang menyatakan agama dan politik harus dipisahkan, 58,6 persennya mendukung kembali Jokowi sebagai presiden.
Sementara mereka yang tidak setuju agama dan politik harus dipisahkan,52,1 persennya mayoritas mendukung capres selain Jokowi. Meski begitu, Jokowi masih memperoleh dukungan sebesar 40,8 persen dar segmen Islam Politik ini.
''Islam politik versus bukan Islam politik menunjukkan perilaku politik berbeda terhadap memilih atau melawan Jokowi,'' ungkap Adjie.
Tiga isu tersebut LSI nilai akan menjadi tiga isu kunci yang menentukan kemenangan Jokowi dalam Pilpres 2019. Jokowi akan makin kuat dan perkasa jika tiga isu ini dikelola dengan baik. Jokowi akan melemah jika tiga isu ini terabaikan, apalagi sampai 'digoreng' lawan politiknya.