Selasa 30 Jan 2018 08:49 WIB

Psikiater: Pelaku Pemukulan KH Emon Berperilaku Menyimpang

Psikiater akan mengobservasi selama 14 hari untuk memastikan kondisi kejiwaan pelaku.

Satreskrim Polres Bandung melakukan prarekontruksi di pondok pesantren Al Hidayah (Santiong), Ahad (28/1). Kegiatan tersebut dilakukan setelah terjadi peristiwa penganiayaan terhadap pimpinan pondok pesantren Al Hidayah, Kiai Umar Basri seusai shalat subuh oleh orang tidak dikenal, Sabtu (27/1).
Foto: Republika/Muhammad Fauzi Ridwan
Satreskrim Polres Bandung melakukan prarekontruksi di pondok pesantren Al Hidayah (Santiong), Ahad (28/1). Kegiatan tersebut dilakukan setelah terjadi peristiwa penganiayaan terhadap pimpinan pondok pesantren Al Hidayah, Kiai Umar Basri seusai shalat subuh oleh orang tidak dikenal, Sabtu (27/1).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Psikiater yang menangani penganiaya pimpinan Pondok Pesantren Al-Hidayah, Dr. Leonny Widjaya mengatakan saat dilakukan wawancara terhadap pelaku berinisial A (55), diketahui memiliki perilaku menyimpang. Leonny mengatakan, pihaknya akan melakukan observasi selama 14 hari guna memastikan kondisi kejiwaan pelaku.

"Perilaku dan aktifitas selama wawancara, pasien kurang sopan, tidak bisa menjawab pertanyaan dan selalu meloncat-loncat ketika menjawab, tidak nyambung," ujar Leony di Rumah Sakit Bhayangkara Sartika Asih, Kota Bandung, Senin.

Leony mengatakan, pemeriksaan terhadap pelaku dilakukan untuk mengetahui kondisi kejiwaan. Karena saat kepolisian mencoba menggali informasi, pelaku berprilaku tidak normal. Selama dua hari pemeriksaan dari tanggal 28 hingga 29 Januari, didapatkan hasil sementara bahwa pelaku A diduga memiliki gangguan jiwa.

"Kesimpulan sementara berdasarkan pemeriksaan dan observasi selama dua hari pasien mungkin seorang penderita gangguan jiwa berat," katanya.

Ia menjelaskan, pasien juga memiliki halusinasi yang tidak bisa membedakan antara dunia nyata dengan dunia khayalannya sendiri. Namun Leonny tidak bisa menjelaskan secara rinci mengenai halusinasi tersebut. "Pikirannya tidak dapat membedakan dunia khayal dan dunia nyata. Dalam pikirannya tidak nyambung, tidak beraturan, dan tidak konsisten," jelasnya.

Meski begitu, pihaknya akan memeriksa serta mengobservasi selama 14 hari guna memastikan kondisi kejiwaan yang dialami pelaku. Di tempat yang sama, salah satu dokter Rumah Sakit Jiwa Cisarua Lembang, Leny Irawati mengatakan, pelaku tercatat pernah menjadi pasien di Cisarua pada bulan Juni 2017. Pelaku A dirawat di RSJ Cisarua selama kurang dari 30 hari atau 26 Juni hingga 24 Juli 2017.

Setelah mendapatkan pemulihan jiwa secara intensif, A akhirnya diperbolehkan pulang karena sudah menujukan tanda-tanda normal. Akan tetapi, A harus menjalani rawat jalan. "Namun sampai sekarang saya tidak pernah tahu apakah pasien kontrol atau tidak karena tidak pernah ketemu dengan saya," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement