Senin 29 Jan 2018 11:27 WIB

Aisyiyah Minta DPR Perjelas RUU KUHP LGBT

Menurut Aisyiyah masih ada beberapa pasal LGBT yang masih longgar

Rep: Novita Intan/ Red: Bilal Ramadhan
Tolak LGBT/Ilustrasi
Tolak LGBT/Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah tengah membahas Rancangan KUHP. Salah satu substansi yang menjadi perhatian publik adalah soal pengaturan LGBT yang hendak dimasukkan ke dalam materi dalam RUU.

Rencana tersebut mendapat sorotan dari sejumlah ormas Islam perempuan. Salah satunya, Majelis Pendidikan Tinggi Pimpinan Pusat Aisyiyah. Ketua Umum Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah, Diyah Puspitarini menilai selama ini draf RUU KUHP masih ada kekurangan.

"Masih terdapat beberapa pasal yang celah, sangat sensitif dengan perilaku seksual LGBT dan pedofil. Dengan pasal ini semoga bisa diperjelas redaksional," ujarnya ketika dihubungi Republika.co.id, Jakarta, Senin (29/1).

Ia berharap, tidak ada lagi RUU KUHP yang multi tafsir terutama pasal-pasal yang banyak mengandung intepretasi. Untuk itu, Diyah mengajak anggota dewan yang terhormat untuk mendengat aspirasi rakyat dan bangsa Indonesia agar terlindungi dari sikap dan perilaku menyimpang LGBT dalam konteks apapun.

"Selamat raker DPR, semoga memberikan pencerahan dan melindungi masa depan anak bangsa," ungkapnya.

Sebelumnya, Dalam draf RKUHP ini akan diperluas makna ketentuan Pasal 284 (perzinaan), Pasal 285 (pemerkosaan), dan Pasal 292 (pencabulan), sebagaimana tertuang dalam KUHP produk Belanda yang masih diberlakukan hingga saat ini.

Ketiga pasal ini telah diujimaterialkan (judicial review) oleh sejumlah kalangan ke Mahkamah Konstitusi (MK) agar MK memberikan tafsir, bahwa LGBT dapat dikenai pidana sebagaimana perbuatan zina, pemerkosaan, dan pencabulan sebagai bukan delik aduan dan merupakan delik pidana murni.

MK melalui amar Putusan No 46/PUU-XIV/2016 menolaknya, karena perluasan jenis delik pidana bukan merupakan kewenangannya, karena telah memasuki wilayah kebijakan pembuatan tindak pidana baru yang kewenangannya ada pada pembentuk undang-undang, yaitu DPR dan presiden.

Itulah sebabnya inisiatif DPR dan presiden yang hendak memasukkan isu LGBT ke dalam RKUHP ini, merupakan langkah positif dalam rangka merespons putusan MK tersebut. Sekaligus merespons harapan publik yang menghendaki LGBT sebagai delik pidana baru dalam sistem hukum pidana di Indonesia.

Namun, yang perlu dicermati secara kritis delik anti-LGBT dalam draf RUU KUHP ini sebatas pelarangan LGBT untuk anak-anak di bawah usia 18 tahun. Kukan untuk semua semua kalangan usia.

Dalam draf RKUHP Pasal 492 menyatakan, setiap orang yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain yang sesama jenis kelaminnya yang diketahui atau patut diduga belum berumur 18 (delapan belas) tahun, dipidana paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement