REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pengemudi taksi daring kembali menggelar aksi demo hari ini. Sebelumnya, pekan lalu mereka juga menggelar aksi jalanan di depan Gedung Kementerian Perhubungan.
Tuntutannya sama, menolak penerapan Peraturan Menteri (PM) Perhubungan Nomor 108 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek. Permenhub yang mengatur keberadaan taksi daring (online) itu akan mulai diberlakukan pada 1 Februari 2018.
Hari ini, demonstrasi pengemu taksi daring akan dilakukan dengan berjalan kaki dari kawasan Ikatan Restoran dan Taman Indonesia (IRTI) hingga ke Monumen Nasional (Monas). "Iya betul (sudah terima surat pemberitahuan demo)," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Argo Yuwono, kepada Republika.co.id, Senin (29/1).
Rencananya, sekitar 500 pengemudi taksi daring akan berjalan kaki dari IRTI, yakni sisi Monas yang berada di depan Balai Kota DKI Jakarta, hingga Taman Pandang Monas, yakni sisi Monas yang berada di depan Istana Negara. Aksi akan berlangsung sejak pukul 09.00 WIB hingga pukul 15.00 WIB.
Demo pengemudi taksi daring yang digelar hari ini sesuai dengan rencana yang disampaikan Aliansi Nasional Driver Online (Aliando) sebelumnya. Peserta aksi berasal dari para sopir angkutan daring Uber Taxi, Grabcar maupun Gocar dari berbagai daerah di antaranya Jakarta, Banten, Bandung, Tasikmalaya (Jawa Barat), Semarang (Jawa Tengah), Yogyakarta, Jawa Timur, Medan (Sumatra Utara), dan Makassar (Sulawesi Selatan).
Pengemudi taksi daring ngotot Permenhub 108 Tahun 2017 dicabut. Ada sejumlah aturan yang dianggap memberatkan mereka. Setidaknya ada empat aturan yang dipersoalkan yaitu pengemudi taksi daring wajib mempunyai SIM A umum, dan dikenakannya penerapan kuota taksi daring di setiap daerah. Lalu, setiap pengemudi taksi daring harus menempelkan stiker di kaca depan kendaraannya, dan adanya aturan batas tarif atas dan bawah.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi
Sejauh ini, pemerintah tidak mau merespons keinginan para pengemudi taksi daring itu. Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi menegaskan tidak akan mencabut aturan baru itu.
Menhub berdalih jika beleid itu dicabut justru tidak menguntungkan pihak manapun. "Umpamanya ya, PM 108 dicabut, nanti terjadi chaos. Justru nanti driver online terjadi benturan lagi (dengan konvensional)," kata dia di Kementerian Perhubungan usai melakukan jalan santai, Ahad (28/1).
Budi menegaskan, PM 108 dibuat bukan untuk salah satu pihak tetapi semua kelompok dan kembali lagi kepada masyarakat. Menurutnya, PM 108 diterbitkan untuk membuat adanya kesetaraan antara taksi daring atau angkutan sewa khusus (ASK) dan taksi konvesional.
Untuk itu, dia meminta semua pihak baik pengemudi taksi daring dan aplikator bisa mematuhi aturan tersebut. "Jadi jangan egois karena dipesan oleh seseorang, dia (pengemudi daring) melakukan (demo atau ketidaksetujuan dengan PM 108). Itu, saya yakin ini tidak tulus ada usaha yang ingin merobek-robek pemikiran-pemikiran yang sudah kita diskusikan bersama," ujar Budi.
Budi memastikan PM 108 yang dibuat setelah hasil diskusi dengan banyak pihak, bertujuan hanya untuk memberikan kesetaraan. Dia mengatakan bahkan pemerintah tidak melarang jika ada pihak asing melakukan investasi melalui aplikator taksi daring. Tetapi, dia meminta agar tidak sampai ada persaingan dengan sesama atau taksi konvensional yang tidak sehat sehingga harus dibuat aturan.
Dia menegaskan pemerintah juga akan berlaku adil bagi taksi konvensional yang sebelumnya sudah beroperasi sebelum adanya taksi daring. "Oleh karena itu kita buat kesetaraan. Keduanya harus bisa melayani masyarakat dengan baik dan persaingan yang sehat. Itu roh dari PM 108," ungkap Budi.
Kemenhub sebelumnya pada 1 November 2017 menerbitkan PM 108 untuk mengisi kekosongan hukum aturan taksi daring. Setelah aturan tersebut dikeluarkan, pemerintah memberikan masa transisi tiga bulan kepada aplikator dan pengemudi taksi daring untuk melakukan penyesuaian.