Sabtu 27 Jan 2018 14:25 WIB

Teknologi Pemanen Air Hujan Diuji Coba di Bima

Alat dikembangkan tim Universitas Gajah Mada Yogyakarta.

Ilustrasi.
Foto: Republika/Edi Yusuf
Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID,  MATARAM  -- Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Bima, Nusa Tenggara Barat, sedang melakukan uji coba teknologi pemanen air hujan yang diharapkan bisa menjadi solusi krisis air bersih saat kemarau dan mencegah banjir. Alat panen hujan awalnya diciptakan oleh Dr. Agus Maryono selaku dosen magister sistem teknik Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.

"Alat itu kemudian dikembangkan tim UGM dan telah diterapkan di Imogiri, Kali Code, Yogyakarta, dan Deles-Klaten. Sekarang kami yang melakukan uji coba di kantor," kata Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Bima H. Sarafuddin ketika dihubungi dari Mataram, Sabtu (27/1).

Menurut dia, alat tersebut akan berfungsi selayaknya waduk penampung air. Ketika hujan turun dengan deras, alat akan menampung limpahan air melalui talang air yang sudah terpasang. Air yang tertampung, kata dia, akan diolah dengan sistem penyaringan halus guna menyaring berbagai polutan yang terlarut di dalamnya sebelum digunakan.

Sarafudin mengatakan bahwa ada semacam bola seperti bola pingpong yang dipasang pada alat tersebut sehingga air hujan yang pertama kali turun bisa dikeluarkan dan digantikan dengan air hujan berikutnya. Air hujan yang pertama kali turun biasanya masih mengandung banyak kotoran dan tidak layak. Setelah melalui berbagai proses sterilisasi, air hujan akan dialirkan menuju tempat penampungan berkapasitas 2.000 liter.

"Alat pemanen hujan itu akan makin lengkap jika bersanding dengan sumur resapan. Fungsinya untuk menampung kelebihan air hujan yang sudah tidak mampu ditampung sehingga tidak terbuang percuma ke sungai," ujarnya.

Meski demikian, kata dia, penggunaan alat pemanen hujan tersebut juga punya aturan main. Pada minggu pertama dan kedua musim hujan, jangan masukkan air hujan karena atap masih sangat kotor dan penuh debu ketika musim kemarau.

Operasional alat bisa dimulai pada minggu ketiga atau keempat memasuki musim hujan. Pada saat musim hujan, air juga sebaiknya tidak langsung dimasukkan tangki. Biarkan air hujan membersihkan genteng terlebih dahulu pada 10 menit pertama.

Untuk keperluan air minum, pihaknya akan berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan untuk dilakukan uji laboratorium terkait dengan kandungan mineral dan higienitasnya. "Air hujan tidak mengandung bakteri e-coli. Akan tetapi, dari sisi kandungan mineral, kualitas air sumur lebih baik karena air hujan tidak mengandung mineral," kata Sarafuddin.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement