REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sulitnya pemidanaan terhadap masyarakat yang berprilaku lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) dikarenakan pemerintah tidak memiliki cukup aturan terkait kegiatan mereka. Hal ini pula yang membuat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menginisiasi kembali untuk membuat pasal perluasan perzinahan dalam KUHP yang nantinya bisa mempidanakan LGBT.
(Baca: Pengamat Sebut Masyarakat LGBT Patut Dihukum)
Direktur Pusat Studi dan Pendidikan Hak Asasi Manusia (Pusdikham) Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka, Maneger Nasution mengatakan, saat ini memang ada kekosongan hukum terkait dengan pidana bagi mereka yang berkiatan dengan LGBT. Padahal prilaku ini sangat menyimpang bagi masyarakat Indonesia dan mereshkan publik.
Maneger menyebut, dengan adanya kekosongan ini pemerintah dalam hal ini Presiden sebenarnya bisa menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) terkait dengan perluasan pasal perzinahan, yang kaitannya dengan perilaku LGBT. "Itu juga kalau Presidennya mau dan berani. Kalau tidak yang harapan terakhir ini ada di tangan DPR," kata Maneger dalam sebuah diskusi, Jumat (26/1).
Perppu ini dibutuhkan karena pembahasan di DPR saat ini cukup alot. Selain itu pembahasan ini bisa saja tidak final walapun hampir seluruh fraksi di DPR sejauh ini memberikan sinyal mendukung perluasan pasal tersebut.
Maneger menutukan, kepastian perluasan pasal pidana terkait perzinahan yang menyangkut masyarakat berprilaku LGBT adalah hal yang mutlak. Sebab, hal ini berkaitan dengan peradaban manusia, khususnya di Indonesia.
Jangan sampai peradaban ke depan lebih menerima adanya masyarakat yang melegalkan LGBT. Menurut Maneger saat ini perluasan pasal tarkait perzinahan memang sudah harus diperbaiki.
Perubahan perilaku masyarakat yang semakin tidak menentu membuat banyak kegiatan negatif belum diatura dalam peraturan pidana. Dia memisalkan, prilaku LBGT yang baru-baru ini diamankan karena melakukan pesta seks sulit dipidana, dan akhirnya hanya diberi peringatan dan dipulangkan.
Selain itu, saat ini tengah ramai diberitakan ada seorang istri yang menjual suaminya untuk hubungan seksusal. Hal ini menyimpang dan justru tidak ada hukum pidana yang pas karena selama ini hukum di Indonesia hanya menyebutkan secara lantang mengenai laki-laki yang melakukan kejahatan pada istrinya.
Persoalan seperti ini yang harus menjadi peringatan kepada semua pihak termasuk pemerintah dan DPR agar bisa membuat peraturan baru yang kaitannya dengan perkembangan prilaku masyarakat sekarang.
"Maka butuh landasan hukumnya agar prilaku penyimpang ini bisa dipidanakan," ujar Maneger.