Jumat 26 Jan 2018 07:23 WIB

Zul Membuka Black Box LGBT

Jika pasal LGBT berlaku hanya kalau ada aduan maka ini pertanda ‘melegalkan’ LGBT

Nasihin Masha
Foto: Republika/Daan
Nasihin Masha

REPUBLIKA.CO.ID,  Oleh Nasihin Masha

Berita di republika.co.id tentang pernyataan Ketua MPR Zulkifli Hasan menjadi viral. Ketua umum PAN tersebut menyatakan ada lima fraksi di DPR yang menyetujui perilaku menyimpang kaum LGBT (lesbian, gay, bisexual, transgender). Hal itu tentu saja bikin kaget publik. Kekhawatiran mulai terbit: LGBT akan dilegalkan. Harus diakui, para orangtua di era ini, hanya ada dua yang ditakutkan terhadap masa depan anak-anaknya: terpapar narkoba dan ‘terinfeksi’ LGBT. Dua-duanya bisa meruntuhkan harapan dan mimpi para orangtua saat merawat mereka dalam kandungan maupun saat mengasuhnya di masa kecilnya.

Saat ini, DPR sedang membahas RUU KUHP. Salah satu pasalnya membahas tentang hukum LGBT. Dalam rancangan yang disusun pemerintah, perilaku LGBT hanya dipidana jika pengidap LGBT melakukannya terhadap orang yang berusia kurang dari 18 tahun.

Sebetulnya berita pernyataan Zul tersebut tak hanya dimuat oleh republika.coid, tapi juga oleh sejumlah media online lainnya. Judulnya mirip-mirip. Memang yang viral adalah yang diberitakan republika.co.id. Ada yang menyatakan berita tersebut hoax. Ada juga yang menyatakan Zul salah info. Awalnya adalah sebuah pertanyaan dari peserta forum Aisyiyah di Surabaya. Menurut sebuah versi, sang penanya menggugat sikap PAN dalam pembahasan ihwal LGBT dalam RUU KUHP tersebut. Berdasarkan berita yang ia baca, ia menyebutkan hanya ada 4 fraksi yang menolak LGBT. PAN tak termasuk di dalamnya. Tentu saja, Zul membantahnya. Zul menyatakan jika tadi disebut ada empat, berarti jika ditambah PAN maka menjadi ada lima fraksi di DPR yang menolak perilaku LGBT.

Jika melacak berita-berita di media-media online, memang ada lima partai yang sudah menyatakan sikap menolak perilaku LGBT. Penolakan itu disampaikan oleh pimpinannya berdasarkan pidato atau wawancara maupun berdasarkan keputusan muktamar, mukernas, maupun diskusi. Lima partai itu adalah PKB, PPP, PAN, PKS, dan Hanura. Sikap itu disampaikan dalam kerangka RUU KUHP maupun dalam kerangka sikap politik. Itu yang terlacak di media online. Kita tak tahu bagaimana sikap seluruh fraksi di dalam forum tertutup saat membahas RUU KUHP. Media tak cukup memberikan perhatian khusus, dan DPR juga tak aktif memberikan informasi ke publik. Pernyataan Zul menjadi semacam membuka black box dan sekaligus membangun kepedulian dan sikap awas media dan publik dalam isu LGBT ini. Dari berita-berita yang muncul setelah pernyataan Zul tersebut, tebersit bahwa semua fraksi menolak perilaku LGBT. Betulkah?

Sikap kritis dan awas harus kita pertajam dalam mencerna klaim tersebut. Pertama, mereka mengklaim menolak LGBT dengan menunjukkan telah disetujuinya pemidanaan pencabulan terhadap orang yang berusia kurang dari 18 tahun. Kedua, mereka mengklaim menolak LGBT dengan menunjukkan pemidanaan perilaku LGBT secara terbuka. Aturan ini mirip dengan tindakan perzinahan. Perzinahan akan dipidana jika menyangkut anak-anak. Perzinahan juga akan dipidana jika dilakukan secara terbuka. Dalam konteks perzinahan, juga akan dipidana jika ada pengaduan dari istri/suami. Karena itu perzinahan di Indonesia semacam tindakan legal atau tak terkena hukum asal tak menyangkut anak-anak, tak ada pengaduan istri/suami, dan tak dilakukan terbuka. Pemidanaan dilakukan lebih ditujukan pada perlindungan terhadap anak-anak dan untuk tertib sosial. Jadi pemidanaan perzinahan bukan dalam aspek zinahnya itu sendiri. Jika pasal LGBT mengikuti alur aturan perzinahan maka ini pertanda ‘melegalkan’ percabulan LGBT dan menganggap perilaku LGBT sebagai sesuatu yang sah.

Dalam konteks itulah kemudian PAN bersikap tegas: harus ada perluasan rumusan dari apa yang sudah disepakati dalam tim perumus RUU KUHP menyangkut pasal LGBT ini. Pemidanaan tak hanya menyangkut pencabulan yang melibatkan anak tapi juga untuk semua umur. PAN juga bersikap tegas bahwa pengidap LGBT harus disembuhkan dengan rehabilitasi. Kita yakin sikap serupa juga dikukuhi PKB dan PKS. Kita sebagai rakyat, yang tidak ikut dalam pembahasan di DPR dan sudah menyerahkan mandatnya ke DPR, berhak mengetahui sikap dasar tim di DPR maupun sikap dasar pemerintah dalam RUU KUHP tentang LGBT ini. Apakah LGBT merupakan perilaku menyimpang atau bukan? Apakah operasi transgender bisa dilakukan di Indonesia atau tidak? Sikap dasar inilah yang akan menentukan arah selanjutnya.

Namun tanda-tanda diskursus LGBT akan tak sehat sudah mulai mencuat. Ada upaya untuk menjadikan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai palu godam. Walaupun sangat halus, indikasi itu sudah muncul dari satu pembicara dalam talk show di ILC. Ada juga upaya mengaburkan dengan melebarkan ke hal-hal berlebihan dan bahkan makin tidak jelas. Pada sisi lain, Mahfud MD mengemukakan bahwa dana asing mengalir ke Indonesia sekitar Rp 200 miliar untuk mengkampanyekan LGBT. PBB memang sudah bersikap soal legalisasi LGBT ini. Dana pun sudah dikucurkan. Perusahaan-perusahaan dunia juga bersikap jelas akan menyisihkan sebagian pendapatannya untuk kampanye LGBT, antara lain Starbucks. Jadi, sekali lagi, kekuatan uang akan bertempur melawan kekuatan publik. Sekali lagi, kekuatan oligarkis akan berhadapan dengan massa.

Perulangan kegagalan Indonesia dalam membangun negeri ini selalu bermuara pada pragmatisme. Sudah saatnya politik visi dan politik ideologi menjadi dasar bersikap dan bertindak. Untuk itu, publik harus bersikap pada pemilu mendatang. Tinggalkan partai-partai yang membajak aspirasi publik. Mereka mendekat ke publik hanya saat pemilu, selebihnya berdagang dengan pemilik uang. Jika politisi tak bisa menunjukkan arah perjalanan bangsa ini, maka rakyat yang menentukan arahnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement