REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanggapi terkait dengan kesaksian mantan Wakil Ketua Banggar DPR RI Mirwan Amir yang sempat menyebut nama Susilo Bambang Yudhoyono saat bersaksi untuk terdakwa korupsi KTP-el Setya Novanto. KPK mengatakan akan mempelajari fakta-fakta yang muncul dipersidangan.
"Jadi, prinsip dasarnya persidangan itu dilakukan untuk membuktikan perbuatan dari terdakwa. Namun, jika ada fakta-fakta persidangan yang muncul, tentu saja kami perlu mempelajari terlebih dahulu. Jaksa penuntut umum yang akan melihat setiap perincian proses persidangan tersebut," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK RI, Jakarta, Kamis (26/1).
Dalam persidangan, Mirwan Amir mengaku sempat menyarankan Ketua Pembina Partai Demokrat saat itu Susilo Bambang Yudhyono untuk menghentikan proyek tersebut. "Saya sempat menyampaikan kepada Pak SBY agar KTP-el tidak diteruskan, di Cikeas," kata Mirwan Amir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis.
Mirwan bersaksi untuk Setya Novanto yang menjadi terdakwa dalam kasus dugaan tipikor pengadan KTP-el yang merugikan keuangan negara senilai Rp2,3 triliun. "Tanggapannya dari Pak SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) bahwa ini kita untuk menuju pilkada jadi proyek ini diteruskan," ungkap Mirwan.
Dalam perkara ini, Novanto diduga menerima 7,3 juta dolar AS dan jam tangan Richard Mille senilai 135.000 dolar AS dari proyek KTP-el. Setya Novanto menerima uang tersebut melalui mantan Direktur PT Murakabi sekaligus keponakannya Irvanto Hendra Pambudi Cahyo maupun rekan Setnov dan juga pemilik OEM Investmen Pte.Ltd. dan Delta Energy Pte.Ltd. yang berada di Singapura Made Oka Masagung.
Jam tangan diterima Novanto dari pengusaha Andi Agustinus dan Direktur PT Biomorf Lone Indonesia Johannes Marliem sebagai bagian dari kompensasi karena Setnov telah membantu memperlancar penganggaran. Total kerugian negara akibat proyek tersebut mencapai Rp2,3 triliun.
(Baca juga: Erma: Pengacara Setnov Buat Seolah SBY Otak Kasus KTP-El)