REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dua terpidana kasus korupsi proyek pengadaan KTP-el, Irman dan Sugiharto, dihadirkan sebagai saksi pada sidang KTP-el dengan terdakwa Setya Novanto, di PN Tipikor Jakarta, Kamis (25/1) malam.
Irman, dalam kesaksiannya mengakui bahwa Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) masih mempunyai utang senilai 200 ribu dolar AS kepada Andi Narogong. Irman sendiri saat proyek KTP-el berlangsung menjabat sebagai Dirjen Dukcapil Kemendagri. Sedangkan Sugiharto menjabat sebagai Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri, alias anak buah Irman.
Irman menjelaskan, saat itu Kemendagri hendak melakukan kegiatan ke seluruh daerah di Indonesia untuk kepentingan supervisi terkait program KTP-el itu. Namun, uang APBN yang telah cair, tidak cukup untuk menalangi kegiatan tersebut.
Hingga akhirnya, Irman memerintahkan Sugiharto untuk meminjam duit dari Andi sebesar 200 ribu dolar AS. Uang tersebut setelah dipinjam lalu diserahkan kepada Suciati selaku Kasubag TU Ditjen Dukcapil saat itu, untuk diserahkan kepada tim supervisi yang diberangkatkan ke seluruh wilayah Indonesia terkait program KTP-el.
Sesuai kesepakatan dengan Andi, uang tersebut akan dikembalikan setelah uang APBN cair. Ia pun meminta Sugiharto untuk memberitahu kepada bendahara agar nantinya mengembalikan uang tersebut.
"Nah tapi terakhir saya tanya ke Pak Sugiharto, tidak dikembalikan. (Tapi saat itu) saya pesan, ini (uang) talangan, nanti setelah cair, tolong uangnya dikembalikan. tapi yang penting bagi saya uang yang diserahkan ke Bu Suci itu sudah ada bukti-buktinya, dan diserahkan ke bendahara," kata dia di PN Tipikor Jakarta, Kamis (25/1).
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abdul Basyir, dalam persidangan pun juga mengakui bahwa Andi menyatakan uang tersebut tidak pernah dikembalikan kepada dirinya. "Karena menurut Andi, uang itu enggak pernah dikembalikan ke Andi, 200 ribu dolar AS itu," ujar dia.
Basyir juga mengonfirmasi soal peruntukan uang pinjaman dari Andi itu kepada Irman. Sebab, ada informasi bahwa uang tersebut juga digunakan untuk membayar honor Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi sebesar Rp 50 juta, dan Sekjen Kemendagri Diah Anggraini sebesar Rp 22 juta.
Honor tersebut diberikan karena mereka berdua ikut dalam perjalanan dinas ke lima wilayah. "Itu diatur oleh Bu Suci, menurut keterangan Bu Suci ya demikian, diambil dari 200 ribu dolar AS itu. Untuk Pak Menteri Rp 50 juta, untuk Bu Sekjen Rp 22,5 juta," ucap Irman membenarkan.
Irman pun menjelaskan alasannya sampai meminjam dana dari Andi untuk menalangi kegiatan supervisi tersebut. Menurutnya, jika saat itu dia tidak meminjam dana, tim yang hendak bertolak ke kecamatan-kecamatan di seluruh Indonesia itu jadi gagal berangkat.
Akibatnya, proyek KTP-el ini gagal total dan masyarakat tidak bisa menikmati KTP-el seperti sekarang ini. "Dari pada seperti itu, saya ambil kebijakan (menggunakan dana talangan) untuk menghindari gagal totalnya proyek KTP-el di Indonesia," kata dia.