REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR Fadli Zon mempertanyakan kebijakan Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian yang mengajukan dua perwira tinggi Polri menjadi kandidat Pelaksana Tugas Gubernur Jawa Barat dan Sumatra Utara. "Saya pikir ini adalah satu kebijakan yang patut untuk dipertanyakan, biasanya mereka yang ditunjuk untuk menjabat itu adalah mereka yang menjadi pejabat sipil di daerah itu dan menguasai wilayah itu," kata Fadli di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (25/1).
Dua Pati Polri yang ditunjuk adalah Asops Polri Inspektur Jenderal Polisi M Iriawan sebagai Plt Gubernur Jawa Barat dan Kadiv Propam Polri Inspektur Jenderal Polisi Martuani Sormin sebagai Plt Gubernur Sumatra Utara. Fadli menilai, apabila Pati Polri benar-benar menjadi Plt Gubernur maka bertentangan dengan semangat keadilan dan transparansi.
Fadli menyarankan, agar pemerintah menunjuk pejabat Kemendagri atau pemerintah daerah setempat daripada unsur Polri. Fadli khawatir penunjukan pelaksana tugas kepala daerah di luar Kemendagri akan menggerakkan Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk kepentingan pemenangan calon tertentu.
"Itu bisa menimbulkan berbagai keraguan di masyarakat untuk pilkada yang transparan, bersih, jujur, dan demokratis. Kalau itu terjadi maka bisa mengarah pada pilkada curang dengan mengerahkan mesin birokrasi dan sebagainya," ujarnya.
Fadli menilai ditunjukknya Iriawan dan Martuani ini berpotensi menimbulkan konflik kepentingan serta keraguan publik atas penyelenggaraan Pilkada yang bersih dan jujur. Dia menilai alasan ditunjuknya kedua Pati Polri untuk mencegah konflik tidak tepat karena masalah penanganan adalah tugas dari aparat penegak hukum, bukan pejabat negara.
"Mencegah konflik urusan Polri, bukan pejabat gubernur, sehingga logikanya diselaraskan karena Plt Gubernur menjalankan tugas pemerintahan," katanya.
Sekretaris Fraksi Partai Demokrat Didik Mukrianto meminta Kapolri dan Mendagri mengevaluasi kembali rencana penempatan pejabat Polri menduduki plt gubernur saat pilkada. "Polri seharusnya meminimalkan segala bentuk potensi kekhawatiran publik akan netralitas Polri dalam pilkada," kata Didik di Jakarta, Kamis.
Dia menjelaskan, pilkada menjadi ajang bagi segenap masyarakat memilih para pemimpinnya secara demokratis, adil, dan berkeadilan. Sehingga, hak rakyat memilih harus dijamin sepenuhnya dari segala bentuk manipulasi.
Dalam konteks itu menurut dia, tentu penyelenggara pemilu, aparat negara, birokrasi termasuk aparat penegak hukum khususnya polisi dan kejaksaan menjaga netralitasnya untuk mendorong demokrasi bersih sebagai bagian supremasi sipil.
"Patut disayangkan kebijakan-kebijakan yang diambil terkait dengan pengisian plt kepala daerah yang akan diisi oleh pejabat kepolisian," ujarnya.
Anggota Komisi III DPR itu menilai kebijakan itu akan berpotensi bisa mengganggu lahirnya demokrasi yang bersih dan adil karena berimplikasi kepada potensi tidak netralnya aparat dalam mengawal dan menjaga demokrasi.
Menurut dia, Polri sebagai aparat negara harus menjalankan tugas dan kewenangannya secara profesional, adil dan melayani masyarakat. "Polri sebagai penegak hukum harus konsisten menegakkan hukum tanpa pandang bulu, tanpa tebang pilih, transparan, akuntabel dan profesional," ujarnya.
Di sisi lain menurut dia, Polri sebagai bagian kekuasaan pemerintah dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat wajib bertindak sebagai pelayan dan pengayom masyarakat dan membebaskan diri dari segala bentuk intervensi serta netral khususnya dalam perhelatan demokrasi.
Karena itu dia menyayangkan apabila pengisian jabatan Plt kepala daerah akan diisi oleh pejabat Polri karena pelaksanaan Pilkada dan demokrasi di daerah sangat potensial tidak bisa berjalan secara demokratis dan fair karena potensi munculnya ketidaknetralan aparat kepolisian dalam menjalankan tugas dan kewenangannya.
Sebelumnya, Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Polri Kombes Pol Martinus Sitompul di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK), Jakarta, Kamis (25/1), mengutip Wakapolri menyatakan bahwa Iriawan dan Martuari dipercaya sebagai Plt Gubernur Jabar dan Sumut hingga rangkaian Pilkada Serentak 2018 selesai. Namun demikian, penunjukan itu masih menunggu surat resmi dari Menteri Dalam Negeri.