Rabu 24 Jan 2018 16:52 WIB

PDIP tak Setuju Menteri Dilarang Rangkap Jabatan

Presiden dinilai mengurangi keuntungan politik yang didapatkan dari menteri parpol.

Menteri Sosial Idrus Marham (kiri) berjabat tangan dengan Ketua Umum Partai Golongan Karya sekaligus Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto (kanan) usai pelantikan di Istana Negara, Jakarta, Rabu (17/1).
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Menteri Sosial Idrus Marham (kiri) berjabat tangan dengan Ketua Umum Partai Golongan Karya sekaligus Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto (kanan) usai pelantikan di Istana Negara, Jakarta, Rabu (17/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Ahmad Basarah mengatakan sejak awal partainya tidak setuju kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) melarang seorang menteri rangkap jabatan menjadi pengurus partai politik. Alasannya, kebijakan itu akan mengurangi keuntungan politik yang akan didapatkan.

"Memang kalau sikap PDIP sejak awal tidak sependapat dengan sikap Presiden yang melarang rangkap jabatan dengan alasan menteri fokus kerja," kata Basarah di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (24/1).

Dia menjelaskan, sistem pemerintahan yang dianut Indonesia adalah presidensial. Namun, dikuasai parlemen sehingga bukan presidensial murni dan banyak kebijakan pemerintah tergantung pada DPR.

Karena itu menurut dia, kalau seorang menteri dari parpol memiliki dua tanggung jawab yaitu menjaga kinerja di kementeriannya dan tanggung jawab kepentingan politik Presiden. "Kalau Presiden melarang rangkap jabatan, justru Presiden mengurangi keuntungan politik yang didapatkan dari menteri yang berlatar belakang politik yang seharusnya dapat ditugaskan mengawal kebijakan pemerintahan," ujarnya.

Ia mengatakan, meskipun partainya berbeda pandangan, PDIP menghormati keputusan Presiden. Yaitu, dengan menonaktifkan Puan Maharani sebagai Ketua DPP bidang Politik PDI Perjuangan ketika menjabat Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.

Dia mengatakan, PDI Perjuangan menghormati perubahan kebijakan Presiden yang memperbolehkan menteri di kabinet rangkap jabatan di parpol karena tidak ada norma atau keputusan presiden yang mengaturnya.

"Kalau Presiden bilang Mbak Puan boleh aktif di partai maka kami ikut keputusan tersebut. Namun, kalau hanya memberikan previlage kepada Golkar, kami pun akan ikut karena menghormati semua hak prerogatif Presiden," tuturnya.

Basarah mengatakan kebijakan Presiden yang tidak melarang menteri rangkap jabatan memiliki konsekuensi logis. Salah satunya, partai-partai lain akan meminta kebijakan yang sama.

Hal itu menurut dia sangat wajar karena sebuah kebijakan harus berlaku umum dan adil, sehingga apabila ada satu menteri dari parpol tertentu boleh rangkap jabatan maka agar tidak ada diskriminasi menteri dari parpol lain mendapatkan perlakuan sama.

Di dalam Kabinet Kerja, terdapat dua orang menteri yang menjadi pengurus partai politik yaitu Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto yang juga Ketua Umum DPP Partai Golkar. Lalu Menteri Sosial Idrus Marham yang juga sebagai Ketua Koordinator Bidang Kelembagaan DPP Partai Golkar.

Presiden Joko Widodo mengizinkan Airlangga Hartarto untuk rangkap jabatan sebagai Menteri Perindustrian sekaligus Ketua Umum Partai Golkar karena masa kerja kabinet saat ini hanya tersisa satu tahun. Presiden menilai tidak efektif apabila dilakukan pergantian di pos menteri perindustrian.

"Kita tahu Pak Airlangga ini di dalam sudah jadi menteri. Ini tinggal satu tahun saja praktis ini kita, kalau ditaruh orang baru ini belajar bisa enam bulan, kalau tidak cepat bisa setahun kuasai itu," kata Presiden di Jakarta, Rabu (17/1).

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement