REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Staf Kepresidenan Jenderal (purn) TNI Moeldoko menceritakan kisahnya saat penyelenggaraan pemilihan presiden (Pilpres) 2014. Saat itu dia masih menjabat sebagai Panglima TNI.
Kecurigaan masyarakat menyeruak dan melihat bahwa TNI tidak akan bersikap netral karena salah satu calon presiden kala itu adalah Prabowo Subianto, yang merupakan purnawirawan TNI. Terlebih dalam Pilpres tersebut Prabowo tinggal menghadapi Joko Widodo (Jokowi) dalam pertarungan satu lawan satu.
Meski dicurigai banyak pihak, Moeldoko menegaskan bahwa dia dan jajarannya tetap berada dalam posisi netral. Pasukan TNI tidak akan bisa dipengaruhi politik praktis walaupun banyak hal yang bisa membuat TNI kerap tertarik dalam kancah perpolitikan.
Dia pun berpesan kepada pihak dari luar TNI agar lembaga pertahanan ini tidak dicampuri dengan urusan politik. Terlebih netralitas TNI sudah dibangun sejak lama. "Pesan ke dalam, eh lu jangan macam-macam. Kalau macam-macam, coba keluar perintah saya sebagai panglima, leher kamu akan saya gorok," kata Moeldoko dalam seminar Pilkada Damai Gerakan Pemuda Islam Indonesia di Gedung Krida Bhakti, Jalan Veteran III, Rabu (24/1).
Moeldoko mengatakan, meski saat ini pimpinan TNI telah berpindah tangan, tapi netralitas lembaga ini harus tetap dijaga. Jangan sampai masyarakat mencurigai kembali keberadaan TNI dalam politik praktis. Sebab dengan ketegasan Panglimanya, maka TNI diyakini tidak akan bermain dalam politik baik Pilkada, Pileg maupun Pilpres. "Alhamdulillah dengan pernyataan itu semua dalam posisi terkunci tidak bermain-main," ujarnya.