REPUBLIKA.CO.ID, PURWOKERTO -- Kasus pencabulan dan persetubuhan anak di wilayah Kabupaten Banyumas, semakin mengkhawatirkan. Kapolres Banyumas AKBP Bambang Yudhantara Salamun, menyebutkan sejak awal tahun 2018 hingga Selasa (23/1) ini, pihaknya sudah menerima laporan sebanyak delapan kasus persetubuhan anak dan satukasus pencabulan anak-anak oleh kalangan LGBT.
"Ini memang memprihatinkan, dibanding tahun 2017, jumlah kasusnya melonjak sangat tinggi. Pada tahun 2017, hanya tercatat 14 kasus persetubuhan anak dan 8 kasus pencabulan anak. Namun pada tahun 2018 ini, di awal tahun saja sudah setinggi itu," katanya.
Bahkan dia memperkirakan, jumlah kasusnya bisa saja lebih tinggi dari yang tercatat. "Jumlah delapan kasus persetubuhan anak dan 1 kasus pencabulan anak itu merupakan kasus yang dilaporkan ke polisi. Mungkin saja ada kasus-kasus lain, yang karena pertimbangan tertentu tidak dilaporkan pada polisi oleh keluarganya," tuturnya.
Kapolres juga mengungkapkan untuk kasus persetubuhan anak yang dilaporkan, beberapa diantaranya telah menyebabkan kehamilan. Yang memprihatinkan, separuh dari jumlah kasus tersebut, bayi yang dilahirkan justru dibuang. "Ini tidak termasuk, kasus terakhir dimana tersangka NM membunuh bayinya dengan gunting," katanya.
Sedangkan mengenai latar belakang kasusnya, kebanyakan dilakukan oleh pacar yang juga masih di bawah umur. Namun ada juga, yang dilakukan oleh orang dekat anak bersangkutan, seperti ayah tiri, paman, dan sebagainya.
Terkait tingginya kasus tersebut, Kapolres menghimbau agar para orang tua yang memiliki anak perempuan berusia remaja, lebih memperhatikan pergaulan anak-anaknya. "Kebanyakan, kasus seperti ini terjadi karena orang tua bersikap abai pada anak-anaknya," katanya.
Kapolres juga menyebutkan, untuk penanganan kasus-kasus seperti itu, pihaknya menggandeng Lembaga Pusat Pelayanan Terpadu Penanganan dan Perlindungan Korban Kekerasan Berbasis Gender dan Anak (PPT-PPKKBGA) Banyumas. "Tujuannya, agar korban bisa mendapat penanganan lebih komprehensif," ujarnya.
Sementara Ketua PPT-PPKKBGA Tri Wuryaningsih, membenarkan kasus-kasus persetubuhan anak biasanya terjadi karena orang tua bersikap abai pada anak perempuannya yang menginjak dewasa. ''Seperi dalam kasus terakhir yang dialami NM, kok bisa orang tuanya tidak tahu kalau anaknya sedang hamil. Kalau orang tuanya tidak bersikap abai, tidak mungkin terjadi seperti ini,'' jelasnya.
Namun dia juga menyebutkan, di Banyumas cukup banyak juga kasus persetubuhan anak yang justru dilakukan oleh orang dekatnya. "Mereka yang seharusnya menjaga, justru telah merusak masa depan seorang anak gadis," katanya.