Selasa 23 Jan 2018 08:32 WIB

Kontroversi Impor Pangan di Awal Tahun Politik, Ada Apa?

Rep: Halimatus Sa'diah, Melisa Riska Putri, Ahmad Fikri Noor/ Red: Budi Raharjo
Ilustrasi Daging Impor
Foto:
Tumpukan garam impor tampak menggunung di sebuah gudang yang terletak di dekat exit tol Kanci, Kabupaten Cirebon, Ahad (30/7).

Pemerintah memutuskan kuota impor garam untuk keperluan industri sebesar 3,7 juta ton pada 2018. Keputusan itu diambil melalui rapat koordinasi terbatas yang digelar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution. Darmin mengaku, kuota tersebut sesuai dengan kebutuhan garam dari para pelaku industri.

"Kita memutuskan 3,7 juta ton. Impor saja," ujar Darmin di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (19/1).

Darmin menjelaskan, secara aturan impor garam industri membutuhkan rekomendasi Menteri Kelautan dan Perikanan. Sementara, ujar dia, saat ini Indonesia belum mampu memproduksi garam industri. Dan masalah timbul karena data kebutuhan garam industri justru dimiliki oleh Kementerian Perindustrian.

Dari rapat koordinasi itu, kata Darmin, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita meminta supaya rekomendasi tidak diperlukan setiap kali dilakukan impor. Sehingga, impor bisa dilakukan sesuai dengan kebutuhan industri yang menggunakan garam seperti petrokimia dan kaca.

Darmin mengaku, terdapat perdebatan terkait dengan kebutuhan garam untuk industri. Ia mengatakan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengusulkan kuota impor garam industri sebesar 2,1 juta ton per tahun. Sementara, Kemenperin mengantongi data kebutuhan garam industri sebesar 3,7 juta ton per tahun.

Setelah menimbang akurasi data, ia pun memutuskan untuk memenuhi impor sesuai kebutuhan dari Kemenperin. "Tapi itu kan tidak sekaligus juga. Paling-paling berapa kemampuannya sebulan. Nanti dalam perjalanannya bisa kita lihat," ujar Darmin.

Darmin beralasan importasi garam industri untuk mendukung pengembangan industri. Ia mengaku, terdapat ratusan industri yang membutuhkan garam. Ke depannya, Menko Darmin meminta kalangan industri untuk bisa membuat perencanaan yang baik terkait kebutuhan garam. "Kita ingin industri bisa bikin perencanaan yang baik. Susah kalau dia bikin rencana, garamnya tidak ada," ujar Darmin.

Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti menyesalkan keputusan Menko Perekonomian itu. Dalam Rapat Kerja dengan Komisi IV DPR RI, Susi mengeluhkan jajaran kabinet lainnya tak mengindahkan saran yang sudah ia berikan. "Impor sampai 3,7 juta ton itu overrated. Sayangnya Kemenko dan Kemendag tidak mengindahkan rekomendasi dari saya," ujar Susi, Senin (22/1).

Susi mengatakan pihaknya sudah melakukan survei ke lapangan para petani garam. KKP mengeluarkan rekomendasi impor garam industri sebab di dalam negeri produksi garam bagus dan bisa dipakai.

Sayangnya, hal itu tidak dibaca oleh Kemendag dan Kemenko Perekonomian sebelum melakukan impor garam industri. "Hasil investigasi saya, itu garam petani bagus-bagus dan untuk garam konsumsi saja sudah lebih-lebih," ujar Susi.

Susi tak menampik memang jika garam produksi petani dalam negeri tak lebih murah daripada impor. Ia mengaku, perbedaan harga bisa mencapai Rp 1.000 hingga Rp 3.000. Namun, menurut Susi hal tersebut masih terjangkau dan malah memberikan keuntungan bagi petani garam.

"Betul memang kalau diatur seperti itu harga akan naik menjadi Rp 1.000 sampai Rp 2.000 atau Rp 3.000 tapi itu justru yang menguntungkan kepada petani," ujar Susi.

Susi dalam rapat meminta bantuan kepada Komisi IV untuk bisa berkoordinasi dengan Komisi VI yang mengatur dan dekat aksesnya dengan pihak Kementerian Perdagangan dan BUMN Garam. Ia berharap kebijakan impor garam tak mematikan para petani garam lokal.

"Semoga ini tidak dipolitisi karena memang impor garam sudah jauh dilakukan sejak 15 tahun lalu. Tapi, saya memohon agar Komisi IV bisa mengkoordinasikan hal ini," ujar Susi.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement