Senin 22 Jan 2018 14:53 WIB

Ulama dan Ormas Islam Tuntut Pencabutan Perda Hiburan

Kebijakan politik Pemkab Pamekasan adalah menerapkan syariat Islam secara total.

Petugas Satpol PP merazia tempat makan dan kafe yang menyalahi ijin karena digunakan sebagai tempat hiburan Karaoke yang menyediakan jasa wanita pemandu lagu (Ilustrasi)
Foto: Antrara/Rudi Mulya
Petugas Satpol PP merazia tempat makan dan kafe yang menyalahi ijin karena digunakan sebagai tempat hiburan Karaoke yang menyediakan jasa wanita pemandu lagu (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, PAMEKASAN -- Ulama dan ribuan orang dari ormas Laskar Pembela Islam (LPI) dan Front Pembela Islam (FPI), Senin (22/1), menggelar mimbar bebas di depan Pendopo Pemkab Pamekasan, Provinsi Jawa Timur.  Kehadiran mereka dalam rangka menuntut pencabutan perda tentang hiburan.

Mereka menilai, Perda Nomor 3 Tahun 2015 tentang Hiburan dan Rekreasi hanya membawa kemudaratan dan menyuburkan praktik maksiat yang bertentangan dengan syariat Islam. "Kami umat Islam tidak ingin praktik kemaksiatan merajarela di Pamekasan ini," ujar juru bicara ulama Pamekasan KH Ali Karrar Sinhaji dalam orasinya.

Selain menuntut pencabutan Perda Nomor 3 Tahun 2015, ulama Pengasuh Pondok Pesantren Al Misdat di Desa Lenteng, Kecamatan Proppo, Pamekasan itu, menuntut Pemkab Pamekasan mencabut Peraturan Bupati Nomor 14 Tahun 2016 tentang Hiburan di Kabupaten Pamekasan.

Ulama dan ormas Islam dari LPI dan FPI Pamekasan ini menilai, keberadaan Perda Nomor 3 Tahun 2015 dan Peraturan Bupati Nomor 14 Tahun 2016 tersebut hanya akan menjadi pintu masuk terjadinya praktik maksiat. Padahal, kebijakan politik Pemkab Pamekasan adalah menerapkan syariat Islam secara total, melalui program Pembangunan Masyarakat Islam (Gerbang Salam).

Praktik prostitusi seperti yang ada di Desa Ponteh dan kini telah ditutup berkat desakan umat Islam, serta penutupan berbagai tempat karaoke di Pamekasan, menurut dia, merupakan tindakan tepat Pemkab Pamekasan dalam upaya menerapkan syariat Islam.

Ulama yang juga Ketua Aliansi Ulama Madura (AUMA) ini menjelaskan, kedua aturan itu, hanya menumbuhsuburkan hiburan-hiburan sekuler yang bertentangan dengan nilai-nilai keislaman, yang bertentangan dengan budaya Islam.

"Oleh karena itu, kami meminta Pemkab Pamekasan agar menutup secara permanen semua tempat hiburan yang ada di Pamekasan, termasuk tempat rekreasi yang ada di Pamekasan ini, karena menurut kami lebih banyak mudharatnya dibandingkan manfaatnya," ujar Kiai Ali Karrar.

Dia juga mendesak Pemkab Pamekasan menutup rumah kos yang tidak sesuai dengan Peraturan Bupati Nomor 76 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan Usaha Pemondokan. Sebab, menurut dia, banyak di Kabupaten Pamekasan ini rumah kos yang dijadikan tempat mesum, yakni tempat berkumpul laki-laki dan perempuan yang bukan muhrimnya.

Setelah menggelar orasi, massa meminta penyampaian secara tegas atau ditutupnya tempat karaoke itu kepada Sekda Pemkab Pamekasan Mohammad Alwi, dan Kapolres Pamekasan AKBP Teguh Wibowo.

Sekda Pemkab Pamekasan Moh Alwi dalam kesempatan itu menyampaikan terima kasih kepada para ulama dan ormas Islam di Pamekasan karena telah memberikan masukan yang positif bagi Pemkab Pamekasan dalam mewujudkan nilai-nilai etika di masyarakat yang sesuai dengan syariat Islam.

"Ke depan, tidak akan ada lagi tempat-tempat karaoke di Pamekasan, termasuk tempat prostitusi dan tempat rekreasi yang tidak Islami," katanya.

Sementara Kapolres Pamekasan AKBP Teguh Wibowo menyatakan, siap untuk menindak tegas, apabila ditemukan pelanggaran hukum. "Kami juga siap menerima masukan dari masyarakat apabila terjadi pelanggaran pidana yang dilakukan oknum masyarakat," ujarnya.

Usai berdialog, kegiatan dilanjutkan dengan pembacaan shalawat secara bersama dan gema takbir hadirin yang dalam acara tersebut.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement