Ahad 21 Jan 2018 09:56 WIB

Isu LGBT yang Kembali Menggelinding

Rep: Tim Republika/ Red: Karta Raharja Ucu
  Bendera LGBT
Foto: EPA/WOLFGANG KUMM
Bendera LGBT

REPUBLIKA.CO.ID, Jagat dunia maya terguncang dengan berita tentang pernyataan Ketua MPR, Zulkifli Hasan yang menyebut ada lima fraksi di DPR RI yang setuju perilaku lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) berkembang di Indonesia. Sontak saja, berita tersebut pun viral. Banyak warganet yang mengecam DPR, tak sedikit yang melontarkan sumpah serapahnya.

Sayangnya, saat mengungkapkan informasi tersebut, Zulkifli enggan menyebutkan nama-nama partai politik yang fraksinya mendukung LGBT. "Di DPR saat ini dibahas soal undang-undang LGBT atau pernikahan sesama jenis. Saat ini sudah ada lima partai politik menyetujui LGBT," kata Zulkifli di Kampus Universitas Muhammadiyah Surabaya, Jalan Raya Sutorejo Nomor 59, Mulyorejo, Surabaya, Sabtu (20/1).

Para politikus di Senayan pun resah dengan pernyataan Zulkifli. Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Nasional Demokrat (Nasdem), T. Taufiqulhadi contohnya. Ketika dimintai keterangan terkait pernyataan Zulkifli, ia tegas membantah. Ia membantah kabar yang mengatakan ada lima fraksi menyetujui perilaku LGBT dalam pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).

"Revisi Undang-Undang (RUU) KUHP sudah semuanya dibahas. Namun, masing-masing fraksi baru akan menyatakan sikapnya pada 28 Januari mendatang," kata anggota Panja RUU KUHP sekaligus anggota Timus itu saat dihubungi Republika.co.id, Sabtu (20/1).

Ia mengatakan, selama beberapa bulan terakhir ini, RUU itu berada di tangan Timus (Tim Perumus). "Jumat kemarin, tugas Timus sudah selesai. Jadi RUU KUHP sudah dibahas semua," kata Taufiqulhadi.

Taufiqulhadi menerangkan, setelah itu, RUU KUHP akan dibawa ke rapat kerja (raker) Panja KUHP pada 28 Januari mendatang. Apabila dalam raker tersebut semua fraksi menyetujui, maka selanjutnya akan dibawa ke paripurna masa sidang saat ini dan kemudian disahkan.

"Jika paripurna berhasil mensahkan, maka Indonesia akan memiliki KUHP produk sendiri untuk pertama kali. KUHP sekarang ini diberlakukan oleh Belanda 20 tahun sebelum (Indonesia) merdeka," terang dia.

Terkait LGBT, lanjutnya, Timus sepakat untuk membawanya ke dalam raker nanti. Pada raker itulah nantinya akan dapat dilihat sikap masing-masing fraksi soal LGBT di RUU KUHP. "Jadi, pendapat bahwa ada lima fraksi yang telah setuju LGBT adalah tidak benar," lanjut Taufiqulhadi.

Taufiqulhadi pun menuturkan, sejauh ini, yang hampir disepakati bersama adalah praktik homoseksual akan dipidana jika dilakukan terhadap anak-anak di bawah umur, yaitu 18 tahun ke bawah. Hukuman pidana juga berlaku apabila hal tersebut dilakukan dengan kekerasan.

"Disepakati juga di Timus, praktik homoseksual akan dipidana jika dilakukan di depan umum, bukan secara klandestine seperti pesta seksual secara terbuka," ujarnya.

Ia menerangkan, mereka juga akan dipidana apabila menyebarkan kegiatan tersebut melalui video. Demo yang dilakukan di depan umum yang dimaksudkan untuk mendukung LGBT seperti di negara-negara Barat, dengan berciuman sesama jenis di depan umum, juga dapat dipidanakan.

"Demo seperti di Barat, yang melakukan demo sambil berpelukan dan berciuman. Itu arti praktik homoseksual di depan umum," jelas dia.

PPP juga ikut angkat bicara terkait pernyataan yang menjadi bola panas tersebut. Sekjen PPP Arsul Sani meminta isu LGBT jangan dijadikan jualan dan ajang pencitraan politik.

Karena itu, ia meminta anggota-anggota partai, terutama yang berbasis massa Islam kerja konkret di ruang Parlemen menolak pernikahan sesama jenis dan legalisasi LGBT. Jangan sampai, kata dia, fraksi-fraksi di DPR hanya menjadikan isu LGBT sebagai komoditas politik pencitraan.

"Mari isu LGBT jangan cuma jadi jualan atau pencitraan politik saja," kata Arsul kepada Republika.co.id, pada Sabtu (20/1).

Arsul sendiri mempertanyakan konsistensi Fraksi PAN di DPR yang tak ikut membahas tentang RUU LGBT dan kawin sejenis. Namun, Arsul mengungkapkan, fraksi-fraksi di DPR pada Senin (15/1) sampai Kamis (18/1) memang membahas LGBT dan kawin sejenis dalam tim panitia kerja (Panja) Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (R-KUHP) di Komisi III bidang hukum.

Dalam pembahasan tersebut, dari 10 fraksi yang hadir cuma delapan. Delapan fraksi tersebut yakni PPP, Nasdem dan Golkar, serta PKS. PKB dan PDI Perjuangan, dan Demokrat, Gerindra juga hadir. "Semua (fraksi) yang hadir setuju LGBT adalah perbuatan pidana," terang Arsul.

Arsul melanjutkan, PAN dan Hanura justru tak hadir dalam pembahasan LGBT tersebut. Alhasil, kata dia, delapan fraksi sampai hari ini tak tahu sikap politik partai tersebut terkait pembahasan LGBT, pun kawin sejenis.

"Supaya jelas (fraksi) mana yang hanya kerja di media dan yang kerja konkret dalam hal merumuskan UU LGBT menjadi perbuatan cabul dan dapat dipidana," kata Arsul menambahkan.

Arsul pun menjelaskan tentang pembahasan di Panja R-KUHP tersebut. Kata dia, pembahasan LGBT ada dalam R-KUHP Buku II yang berisi pasal-pasal tindak pidana. Dalam pembahasan, fraksi yang hadir sepakat menggolongkan LGBT sebagai perbuatan cabul. Semula, dalam konsep RKUHP bersama pemerintah, perbuatan cabul dalam LGBT hanya terhadap kelompok usia 18 tahun ke bawah atau anak-anak.

Namun dua fraksi yakni PPP dan PKS meminta agar defenisi LGBT sebagai perbuatan cabul diperluas cakupannya. Akhirnya RKUHP Buku II ditambah dengan satu ayat baru yang menegaskan prilaku LGBT dianggap cabul dalam kelompok usia 18 tahun ke atas atau dewasa.

Hukumannya, terang Arsul sama, yakni sembilan tahun penjara. Hukuman pidana tersebut bisa diterapkan terhadap pelaku LGBT yang melakukan kegiatan cabulnya dengan kekerasan, atau ancaman kekerasan, dan dilakukan di tempat umum, atau juga dipublikasikan. Namun, terang Arsul, PPP masih ingin memperluasnya lagi.

Fraksi PPP dikatakannya menghendaki agar perbuatan cabul LGBT dikategorikan sebagaimana perbuatan dalam pasal zina. Perluasan kedua tersebut, pun mendapat dukungan dari Fraksi PKS, dan enam fraksi lain yang hadir dalam Panja tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement