REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Petani di Klaten, Jawa Tengah menolak rencana pemerintah mengenai impor beras untuk menekan harga yang hingga saat ini masih bertahan tinggi.
"Saya tidak setuju dengan rencana impor beras ini karena sebentar lagi kan musim panen raya," kata Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Tunas Makmur, Desa Kujon, Kecamatan Ceper, Kabupaten Klaten, Waluyo di Solo, Kamis (18/1).
Ia mengatakan jika impor dilakukan maka harga beras di tingkat petani akan mengalami penurunan sehingga merugikan para petani. "Padahal untuk biaya tanam dan pemeliharaan kan butuh biaya yang tidak sedikit. Kalau impor tetap dilakukan maka harga akan hancur," katanya.
Menurut dia, daripada impor lebih baik pemerintah mengoptimalkan stok beras yang saat ini ada di Gudang Bulog. "Daripada beras disimpan terlalu lama kan kualitasnya turun, lebih baik disalurkan dulu. Nanti memasuki panen raya kan bisa diisi dengan stok baru," katanya.
Tiga Hal yang Patut Dipertanyakan dari Impor Beras
Meski menolak impor, ia tidak memungkiri saat ini harga gabah di tingkat petani cukup tinggi, yaitu Rp 5.200/Kg untuk gabah basah dan Rp 6.000/Kg untuk gabah kering panen.
"Kecuali impornya hanya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat selama satu bulan ini sambil menunggu waktu panen raya maka tidak akan merugikan petani, di sisi lain juga menguntungkan konsumen," katanya.
Ketua Gapoktan Tani Makmur Desa Kepanjen Kecamatan Delanggu Kabupaten Klaten Harjono mengatakan akan mendukung impor beras jika sifatnya hanya sementara. "Paling tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan Januari-Februari tidak apa-apa karena memang sekarang harga sangat tinggi, tetapi kalau impor ini untuk memenuhi kebutuhan sampai Maret saya tidak setuju karena saat itu sudah mulai panen," katanya.
Mengenai kenaikan harga beras yang saat ini terjadi, Harjono mengakui hal itu terjadi karena harga gabah sudah tinggi.
"Kalau November harga gabah di kisaran Rp 4.000/Kg, memasuki Desember naik jadi Rp 4.500/Kg. Bulan ini naik lagi menjadi Rp 5.400-5.500/Kg," katanya.
Ia mengatakan kenaikan harga terjadi karena saat ini bukan musim panen, sedangkan petani membutuhkan biaya untuk operasional pemeliharaan lahan.