REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pemerintah kukuh mengambil jalan pintas mengimpor beras sebanyak 500 ribu ton dengan alasan untuk merespons harga beras yang terus melambung di dalam negeri. Fakta bahwa panen padi mulai terjadi di sejumlah daerah dan panen raya akan dilakukan pada akhir Januari sampai Februari nanti tak lantas membatalkan niat pemerintah itu.
Data-data surplus beras yang disajikan sejumlah daerah pun tak juga menggugah pemerintah. Mengapa pemerintah begitu ngotot mengimpor beras? Berikut tiga hal yang patut dipertanyakan dari kebijakan impor beras ini.
Izin Impor Beras
Kementerian Perdagangan (Kemendag) meralat izin impor beras sebanyak 500 ribu ton yang akan didatangkan pada akhir Januari. Awalnya, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan beras akan segera didatangkan dari Thailand dan Vietnam.
"Saya tidak mau mengambil resiko kekurangan pasokan. Saya mengimpor beras khusus," ujarnya, dalam konferensi pers di Auditorium Kementerian Perdagangan, Kamis (11/1).
Mendag menjelaskan, beras yang akan diimpor adalah beras kualitas khusus yang tidak ditanam di Indonesia. Jenis beras tersebut memiliki spesifikasi bulir patah di bawah lima persen. Meski masuk dalam golongan beras khusus, Enggartiasto memastikan komoditas pangan utama itu akan dijual dengan harga medium. Kemendag juga telah menunjuk Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) sebagai perusahaan yang akan melakukan impor.
Pada Senin pagi (15/1), Dirut PT PPI, Agus Andiyani, di kantor PT Perkebunan Nusantara III (Persero) mengungkapkan tengah mempersiapkan impor beras tersebut. Agus mengatakan PPI sudah mempertimbangkan mitra yang akan digandeng.
Agus menuturkan akan mengajak mitra dari pedagang lama. "Nanti yang diajak ini dari pedagang lama. Orang yang sudah biasa dagang beras supaya beras bisa terdistribusi dengan baik," kata Agus.
Namun belakangan, izin impor kepada PPI ini diralat oleh Menko Perekonomian Darmin Nasution. Darmin mengatakan impor beras dialihkan dari PPI ke Perum Bulog. Pengalihan tersebut mempertimbangkan sejumlah hal.
Di antaranya, aturan yang berlaku seperti Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2016. Dalam aturan tersebut, kata Darmin, pemerintah memberi penugasan kepada Bulog untuk mengimpor dalam rangka stabilisasi harga beras, dalam rangka meningkatkan cadangan beras pemerintah, dan menjaga ketersediaan beras di masyarakat.
Akhirnya, Kemendag meralat keputusan sebelumnya dengan mengeluarkan izin impor bagi Perum Bulog. Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan, mengatakan Kemendag telah mengeluarkan izin importasi tersebut dan berlaku hingga 28 Februari 2018. "Sudah (dikeluarkan izinnya) sebanyak 500 ribu ton, (berlaku) sampai dengan 28 Februari 2018," kata Oke, Selasa (16/1).
Merespons dikeluarkannya izin tersebut, Bulog bertindak cepat. Bulog langsung menggelar lelang pengadaan beras impor dari lima negara. Tak seperti rencana awal, impor beras tidak lagi hanya bersumber dari Thailand dan Vietnam. Direktur Utama Perum Bulog Djarot Kusumayakti mengatakan, lelang hanya boleh diikuti oleh anggota asosiasi dari negara-negara produsen yang dituju, yakni Thailand, Vietnam, India, Pakistan, dan Myanmar.
"Proses (lelang) sejak tadi malam (15/1) sudah dibuka di website kami. Siapapun boleh mendaftar sepanjang memenuhi persyaratan tender," ujarnya, pada wartawan di Cirebon, Jawa Barat, Selasa (16/1).