Rabu 17 Jan 2018 15:36 WIB

Antiklimaks La Nyalla Versus Prabowo?

Tolak politik uang.   (ilustrasi)
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Tolak politik uang. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,  Kontroversi tudingan La Nyalla Mattalitti atas permintaan uang oleh Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto masih menyisakan pertanyaan besar. Benarkah apa yang diungkapkan La Nyalla itu? Apakah betul Prabowo meminta uang Rp 40 miliar untuk biaya saksi-saksi di TPS/TPS?

Publik tadinya berharap mantan Ketua Umum PSSI ini menjawab rasa penasaran mereka saat tampil pada acara Indonesia Lawyer Club (ILC) di TV One pada Selasa (16 Januari). Namun, La Nyalla tidak datang. Publik pun kecewa. Kekecewaan itu mereka sampaikan di media sosial.

"Saya mohon maaf tidak bisa hadir di acara ILC, karena bersamaan dengan agenda yang telah terlebih dahulu harus saya hadiri, maka saya mohon agar kiranya dapat dibacakan pernyataan tertulis saya," kata La Nyalla dalam pesannya kepada TV One.

 

Pernyataan tersebut, lanjut La Nyalla, dibawa koleganya, Jamal Aziz, yang mengetahui persis perjalanan ikhtiar politik dia untuk mencalonkan diri pada Pilgub Jawa Timur. Dalam pesannya, La Nyalla malah mengelak jika pernah mengatakan Prabowo meminta uang mahar, apalagi memalaknya.

"Saya tidak pernah mengatakan secara langsung bahwa Prabowo memalak saya. Kalimat itu adalah judul di media. Tidak pernah pula saya mengatakan bahwa Prabowo meminta uang mahar," kata kandidat cagub Jatim yang gagal maju itu.

Yang betul, tulis dia, dipanggil Prabowo, dia diminta untuk menyiapkan dan menyerahkan dana saksi Rp 40 miliar di kisaran tanggal 20 Desember 2017. La Nyalla menyatakan tidak setuju, ia hanya bersedia menyiapkan dan menyerahkan dana saksi dan dana pemenangan setelah resmi terdaftar sebagai cagub di KPU.

Faktanya, lanjut La Nyalla, ada oknum pengurus partai yang menemuinya menjanjikan mengurus rekomendasi. Oknum itu disebutnya meminta sejumlah fasilitas pribadi berupa uang untuk beberapa keperluan.

 

Total dana yang La Nyalla keluarkan kepada oknum tersebut sekitar Rp 7 miliar. Masing-masing Rp 5,9 miliar dan beberapa kali pengeluaran sekitar Rp 1,1 miliar.  

 

La Nyalla menulis, Ketua DPD Gerindra Jatim dalam pembicaraan melalui telepon dengan timnya menyampaikan agar disiapkan dana Rp 170 miliar atau Rp 150 miliar. Uang itu akan dibawa ke Prabowo dan diurus rekomendasi calon gubernur. Sekaligus, akan diurus partai koalisi lainnya.

 

Antiklimkas?

Babak La Nyalla versus Prabowo pun seolah antiklimaks. Dari penjelasan ini tampak La Nyalla menyalahkan pihak lain yang telah memelintir pernyataannya itu sehingga muncul kontroversi ini.

Betul tidaknya pengakuan La Nyalla seolah menjadi kabur. Tapi benarkah drama La Nyalla versus Prabowo ini sudah antiklimaks?

Tampaknya tidak. Publik masih bisa menyaksikan penjelasan dan pengakuan La Nyalla terkait tudingan uang saksi itu di Bawaslu.

Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Fritz Edward Siregar, meminta La Nyalla untuk memenuhi pemanggilan oleh Bawaslu Jawa Timur atas keterangannya mengenai dugaan mahar politik. Bawaslu sebelumnya sudah melakukan pemanggilan kepada La Nyalla pada Senin (15/1).

"Beliau tidak datang pada Senin, tetapi sudah mengirimkan utusannya yang menyatakan bahwa beliau tidak bisa hadir karena sedang ada di Jakarta, " ujar Fritz, Rabu (17/1).

Setelah itu, Bawaslu Provinsi Jawa Timur kembali menjadwalkan pemanggilan kepada La Nyalla pada hari ini.  Karena itu, Bawaslu menegaskan sebaiknya La Nyalla bisa memenuhi panggilan kedua ini.

Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI) Jerry Sumampouw menilai La Nyalla semestinya memang datang memenuhi panggilan Bawaslu Jawa Timur. La Nyalla bisa membeberkan lebih gamblang soal adanya permintaan uang dari Gerindra.

"Mestinya menghadiri, datang ke Bawaslu lalu menceritakan agar Bawaslu ini bisa segera menindaklanjuti, karena Bawaslu punya kewenangan yang cukup kuat sekarang," kata dia, Rabu (17/1).

Namun, Jerry mengakui, meski kuat, Bawaslu tidak mempunyai kewenangan untuk memanggil paksa pihak-pihak yang ingin diperiksa terkait laporan pelanggaran dalam pemilihan umum. Karena itu, La Nyalla pun tidak bisa dipanggil paksa oleh Bawaslu untuk keperluan verifikasi pernyataannya.

Jerry menambahkan, bila tetap ingin mendalami persoalan mahar politik tersebut, maka perlu kesediaan dan kerelaan dari La Nyalla untuk mengungkapkan yang diketahuinya soal mahar politik. Atau, setidaknya, menurut dia, Bawaslu Jatim bisa langsung mendatangi La Nyalla.

Pengamat Politik Universitas Paramadina, Toto Sugiarto menilai La Nyalla sedang memperhitungkan baik-buruknya jika memenuhi panggilan Bawaslu Jawa Timur.  Bila La Nyalla tetap tidak datang ke Bawaslu atau memiliki niat agar ungkapannya tentang mahar politik tidak berlanjut, maka berarti ada "sesuatu" pada diri La Nyalla yang membuatnya tidak ingin persoalan tersebut berlanjut lebih jauh.

"Tanpa memverifikasi di Bawaslu, maka seperti membuang kotoran di jalanan saja. Seharusnya tidak seperti itu. Datang saja dan katakan apa yang ada di pikirannya," kata dia.

Jika yang dikatakan La Nyalla itu benar, kata Toto, La Nyalla harus berani datang ke Bawaslu untuk diverifikasi. Sekaligus, akan meyakinkan publik bahwa La Nyalla berada dalam posisi yang benar.

Publik pun kini berharap La Nyalla 'buka-bukaan' di Bawaslu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement