Selasa 16 Jan 2018 14:02 WIB

Depok Melawan Problem LGBT

Wartawan Republika, Agus Yulianto
Foto: Dok. Pribadi
Wartawan Republika, Agus Yulianto

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Agus Yulianto, wartawan Republika

Praktik prostitusi, baik itu dilakukan oleh pasangan yang bukan mukhrimnya atau pun LGBT (lesbi, gay, biseksual dan transgender) mulai meresahkan warga Depok. Bahkan, para pelaku LGBT sudah dengan berani dan terang-terangan menunjukkan identitas diri serta komunitasnya. 

Tak susah mencari keberadaan mereka. Tinggal cari di mesin pencarian google dan ketik kata kunci lesbi atau gay Depok dan prostitusi gay atau waria Depok, maka banyak muncul nama komunitas lesbi atau gay. Bahkan juga bermunculan prostitusi online lesbi, gay, dan waria dengan menggunakan beragam aplikasi jejaring sosial seperti Instagram, Twitter, Facebook, Badoo dan Girndr.

Beberapa akun prostitusi LGBT di pencarian google di antaranya @aliyawariadepok, @marisawariadepok, @gayberondongdpk, @gaymargonda, @belogmargonda, @smalesbidepok, bisa didapatkan dengan mudah. Salah satu akun Twitter bahkan mencantumkan nomor ponsel. Mau coba? Bila beruntung, maka akan terdengar suara serak-serak lembut yang memperkenalkan diri dengan nama, Feby. Setelah percakapan basa-basi, dia dengan terang-terangan menawarkan layanan seks dengan tarif Rp 300 ribu untuk short time. Maka, selanjutnya terserah Anda!

Berdasarkan informasi, ternyata cukup banyak komunitas gay, waria dan lesbi yang beraktivitas di Depok. Ada komunitas namanya Gay ARH (komunitas gay dan lesbi di tempat fitnes dan aerobic di kawasan Jalan ARH). Ada juga komunitas Gay Beji, Margonda Gay Community, Gay Margonda-Cimanggis, Gretong Top Community, Waria Bening Beji, Waria Margonda, Waria Sejajar Rel (waria yang biasa menjajakan diri di Jalan Sejajar Rel).

Untuk komunitas lesbi di antaranya ada nama, Depok Belog Community, ARH Lesbi, Group Margonda Belog, Asyik Belog Community, Cantik-Cantik Belog, Genk Jobekerz, Depok dan SMA Lesbi Depok. Komunitas-komunitas tersebut lebih sering berkumpul di salon, tempat fitnes, kos-kosan dan apartemen. Hanya sekali-sekali para komunitas berkumpul di mal, kafe, dan karaoke.

Sebut saja misalnya Julia. Mahasiswa di salah satu perguruan tinggi swasta yang tinggal di Depok, yang menjadi lesbi saat ditemui wartawan Republika.co.id, belum lama ini, mengaku tidak perduli dengan apa yang menjadi omongan orang lain. "Kalau kami sih cuek aja apa kata orang, yang penting kami nggak menganggu," katanya.

Julia kos bersama kekasihnya yakni seorang wanita berambut cepak, berpenampilan pria, sebut saja namanya Bayu (24 tahun). Tak begitu sulit bertemu dengan komunitas Julia yang lebih terbuka dibandingkan menemui kelompok gay yang sangat tertutup untuk orang yang belum dikenal atau bukan dari kelompok gay.

Kebutuhan sehari-sehari, biaya kuliah, penampilan dan gaya hidup menjadi alasan mereka untuk terjun dalam dunia 'hitam'. Gilanya lagi, Julia pun diperbolehkan oleh kekasih wanitanya dengan menjajakan diri ke 'pria hidung belang', di tempat karaoke atau melalui Instagram, Twitter dan Facebook.

"Lagian aku masih doyan laki juga kok. Tapi, aku lebih suka berhubungan dengan gadun (om-om), lebih royal dibandingkan brondong (anak muda) karena gak ada duitnya". Ucapannya yang blak-blakan itu bahkan tak membuatnya takut akan dosa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement