REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ali Mansur, Andrian Saputra
Pemerintah berencana akan mengimpor 500 ribu ton beras dari Thailand dan Vietnam. Rencana impor beras ini datang menyusul tingginya harga beras dan kelangkaan di lapangan.
Rencana impor beras ini pun mendapat penolakan banyak kalangan karena dinilai banyak kejanggalan di sana-sini. Setidaknya ada lima kejanggalan. Apa saja kejanggalan-kejanggalan itu?
Pertama, seperti diungkapkan Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (DPN HKTI) Fadli Zon, di satu sisi Kementerian Pertanian mencatat ada surplus beras 329 ribu ton pada Januari 2018.
Data BPS menunjukkan sepanjang 2017 produksi beras mencapai 2,8 juta ton, sementara tingkat konsumsi beras 2,5 juta ton. Artinya, ada kelebihan beras 300 ribuan ton.
Namun ternyata menurut versi lain terjadi kelangkaan beras yang berdampak pada mahalnya harga beras. Karena langka ini maka pemerintah pun lewat Kementerian Perdagangan akan melakukan impor beras.
Pedagang beras di Pasar Soreang mengeluhkan harga beras yang mengalami kenaikan sekitar Rp 1.000 hingga Rp 1.500, Ahad (14/1). Kenaikan harga beras dipicu gagal panen di sejumlah daerah.
Kejanggalan kedua, Fadli menyebut Kementerian Perdagangan mengimpor beras premium, bukan beras medium. Yang menjadi persoalan di pasar adalah kelangkaan beras medium yang dikonsumsi hampir 98 persen masyarakat. Sementara beras premium hanya dikonsumsi dua persen penduduk.
Karena yang langka itu beras medium sudah semestinya bukan beras premium yang memang ditujukan kepada orang-orang berduit yang diimpor. Di sinilah Fadli merasa ada yang sangat janggal.
Ketiga, impor tidak dilakukan Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik, melainkan Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI).
Tujuan impor beras ini untuk menstabilkan harga beras yang berarti menyangkut kepentingan umum. Menurut Fadli, atas dasar itu yang berhak mengimpor adalah Bulog, bukan PPI.
Keempat, izin impor dikeluarkan saat petani hendak menghadapi musim panen. Kondisi ini bisa memiskinkan petani. Fadli menyarankan agar pemerintah terus melakukan operasi pasar untuk stabilkan harga beras dan pasokan.
Ketua Gabungan Kelompok Tani Sri Jaya Desa Tinggarjaya, Kecamatan Jatilawang, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Sartam, membenarkan bahwa sebentar lagi para petani akan panen.
Menurut dia, di wilayah Banyumas, banyak areal sawah yang mulai memasuki masa panen pada Januari ini. Bahkan musim ini akan berlangsung sampai dengan akhir Maret mendatang.
Kejanggalan kelima, kebijakan impor beras hanya akan mendemoralisasi dan memiskinkan petani. Karena itu, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Viva Yoga Mauladi menilai, impor beras yang dilakukan berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.
Dalam pasal 39, impor pangan tidak boleh berdampak negatif terhadap keberlanjutan usaha tani, peningkatan produksi, dan kesejahteraan petani. Padahal, dalam waktu dekat, petani akan memasuki masa panen.