Ahad 14 Jan 2018 06:47 WIB

Alumni 212, Masih Solid atau Mulai Retakkah?

Peserta mengikuti aksi 299 yang diprakarsai Presidium Alumni 212 di depan Komples Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (29/9).
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Peserta mengikuti aksi 299 yang diprakarsai Presidium Alumni 212 di depan Komples Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (29/9).

REPUBLIKA.CO.ID,  Oleh: Fergi Nadira B, Rahma Sulistya

Pengakuan La Nyalla Mattalitti soal mahar politik tidak hanya membuat gerah para politisi Gerindra dan Prabowo Subianto. Para alumni gerakan aksi massa Bela Islam yang tergabung dalam Alumni 212 pun dibuat resah.

Gejala ini memunculkan pertanyaan serius terkait alumni 212: mulai retak atau masih solidkah para alumni 212 ini?

La Nyalla, kandidat cagub Jatim yang gagal diusung Gerindra, membawa-bawa sejumlah alumni 212 dalam jumpa pers di Jakarta terkait tudingan mahar politik yang diminta Prabowo. Saat itu, La Nyalla didampingi pegiat Alumni 212 yang juga Sekjen Forum Umat Islam, Al-Khaththath.

Al-Khaththath sempat menyampaikan keprihatinannya atas gagalnya La Nyalla menjadi cagub Jatim. Kata dia, memang ada sejumlah kader dari aksi-aksi Bela Islam 212 yang diajukan tampil pada gelanggang pilkada serentak. Dari 171 alumni, mereka mengajukan lima agar bisa diberikan rekomendasi khusus.

Selain Al-Khatthath, Alumni 212 yang berada 'di pihak' La Nyalla antara lain Aminuddin dan Faisal Aseggaf. Ustaz Abdul Rasyid bahkan membuat surat resmi dari Presidium Alumni 212 yang diserahkan Al-Khaththath kepada ketua umum partai, namun tetap pilihan partai tak berubah.

Kontan saja munculnya sejumlah tokoh alumni 212 di pihak La Nyalla ini mendapat respons dari alumni 212 lainya. Mereka menyayangkan cara-cara La Nyalla yang membawa-bawa bendera Alumni 212 untuk kepentingan politik pribadinya sendiri.

Humas Presidium Alumni (PA) 212, Novel Bamu'min, mengatakan pertemuan La Nyalla dengan alumni 212 tidak ada hubungannya dengan Presidium Alumni 212. Ia menjamin PA tidak terlibat, tidak bertanggung jawab, dan tidak ikut campur dalam agenda politik praktis partai.

Presidium Alumni 212, kata Novel, tidak pernah merekomendasikan nama untuk dicalonkan dalam Pilkada 2018. Mereka hanya menghimbau dan mengharapkan koalisi partai 212 (PKS, PAN, Gerindra dan PBB) tetap solid. Mereka meminta agar koalisi ini tidak bergabung dengan partai pendukung penista agama dan Perppu ormas.

Pernyataan keberatan atas sikap La Nyalla yang bawa-bawa alumni 212 juga disampaikan Ketua Umum DPP Garda 212, Ustaz Ansufri Idrus Sambo. Sambo menegaskan sangat keberatan atas ucapan La Nyalla yang membawa-bawa nama Presidium Alumni 212.

"Saya menyayangkan pernyataan itu yang ikut bawa alumni 212 atas kegagalan beliau yang tidak dicalonkan Gerindra," papar Sambo di Kemang, Jakarta Selatan, Sabtu (13/1).

Kekecewaan itu hanyalah urusan pribadi La Nyalla dengan Partai Gerindra atau Prabowo, dan tidak ada kaitannya dengan 212. Meskipun La Nyalla merupakan alumni 212, namun ia tidak bisa membawa-bawa nama Presidium 212 pada pencalonan gubernur Jawa Timur.

Soliditas alumni 212

Pernyataan Sambo dan Novel ini pun menimbulkan tanda tanya besar atas soliditas alumni 212 yang beberapa kali menggelar Aksi Bela Islam. Selama ini alumni 212 dianggap sebagai simbol kekuatan politik baru anti-arus utama.

Republika.co.id pun menerima sejumlah pesan atas kekhwatiran retaknya tokoh-tokoh alumni 212 akibat kasus La Nyalla ini. Meski, ada beberapa pesan yang menyatakan optimistisnya jika gerakan 212 tidak terpengaruh dengan manuver politik La Nyalla yang menggandeng sejumlah alumni 212 saat menyerang Prabowo dan Gerindra.

Gerakan dan alumni 212 muncul ketika saluran demokrasi Indonesia dibelah oleh perilaku tidak menghargai dan tidak toleran pejabat yang menista satu agama. Aksi dan alumni 212 tidak hanya mampu mengubah warna politik nasional saat ini, tetapi juga merupakan gerakan baru yang memiliki pendukung dan simpatisan hingga jutaan orang.

Intinya, gerakan 212 kini hadir dan diperhitungkan dalam kancah politik nasional. Banyak pihak yang ingin merebut suara mereka dalam pagelaran pilkada 2018 maupun pilpres 2019 mendatang. Jadi, sangat disayangkan jika gerakan ini pecah kongsi di tengah jalan karena urusan politik pribadi.

Jika di tengah jalan gerakan dan alumni 212 sudah pecah, tentu kekuatan mereka sebagai gerakan dan idola baru akan turun. Ibarat harimau, taring dan gigi mereka sudah mulai dicabut.

Namun, Novel berkeyakinan tidak ada perpecahan di kalangan alumni 212 terkait kasus La Nyalla. Alumni 212 tetap solid dan bersatu mengingat tujuan gerakan mereka bukan semata politik praktis seperti yang ditunjukkan La Nyalla. Aksi alumni 212 saat ini ingin memberdayakan umat baik dalam ekonomi, politik, maupun kesejahteraannya.

Jadi persatuan menjadi penting di sini. Novel mengharapkan seluruh keluarga besar Presidium Alumni 212 tetap menjaga persatuan umat. "Ingat, jika kita terpecah maka merekalah yang bertepuk tangan," kata dia.

Mereka di sini maksudnya pihak-pihak yang selama ini berada di belakang kelompok yang dipersoalkan aksi 212. Mereka ini juga ditujukan kepada pihak-pihak yang tidak ingin umat Islam bersatu dan kuat baik secara politik maupun ekonomi. Makanya, kemungkinan besar orang-orang ini bersorak atas kisruh yang terjadi di internal alumni 212 ini.

Pesan senada disampaikan Sambo. Menurut dia, protes Garda 212 ditujukan kepada La Nyalla agar jangan terlalu dalam kecewanya sehingga alumni 212 dibawa-bawa. Secara umum, alumni 212 tetap utuh dan tidak ada konflik internal.

Pandangan politik boleh berbeda, namun semangat dan persatuan untuk memajukan bangsa dan umat harus tetap menjadi pijakan alumni 212. "Semoga semangat gerakan 212 tak hilang dan para tokohnya tetap menjaga persatuan," demikian salah satu pesan yang bersifat harapan yang diterima Republika.co.id.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement