REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saksi yang dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk tersangka Fredrich Yunadi, Achmad Rudyansyah mengaku dikonformasi soal kecelakaan yang dialami Setya Novanto sampai mendapat perawatan di Rumah Sakit Medika Permata Hijau. "Kurang lebih 24 pertanyaan. Pertanyaan seputar kecelakaan sampai rumah sakit. Dijelaskan apa yang sebatas saya tahu saja," kata dia seusai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Jumat (12/1).
KPK memeriksa Achmad Rudyansyah sebagai saksi dalam penyidikan tindak pidana dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan dugaan tindak pidana korupsi proyek KTP-elektronik (KTP-el) atas tersangka Setya Novanto.
Achmad mengaku juga dikonfirmasi oleh penyidik soal pemesanan satu lantai di RS Medika Permata Hijau yang diduga atas permintaan pengacara Setya Novanto.
Pemesanan itu dilakukan setelah Novanto mengalami kecelakaan lalu lintas pada 16 November 2017. "Iya ditanya tetapi saya tidak tahu tidak jawab. Sebatas yang saya tahu saja," ucap Achmad yang juga bekerja sebagai karyawan swasta itu.
Baca, Mahfud MD Nilai KPK Punya Wewenang Jerat Fredrich Yunadi.
Dalam kasus merintangi penyidikan itu, Achmad juga telah dicegah ke luar negeri selama enam bulan ke depan terhitung sejak 8 Desember 2017.
KPK pada Jumat (12/1) dijadwalkan memeriksa Fredrich Yunadi yang juga mantan kuasa hukum Novanto dan dokter Rumah Sakit Medika Permata Hijau Bimanesh Sutarjo. Bimanesh yang merupakan dokter spesialis penyakit dalam, konsultan ginjal, dan hipertensi di RS Medika Permata Hijau sampai saat ini masih menjalani pemeriksaan di gedung KPK, sedangkan Fredrich tidak memenuhi panggilan KPK.
Fredrich dan Bimanesh diduga bekerja sama untuk memalsukan tersangka Setya Novanto ke Rumah Sakit untuk dilakukan rawat inap dengan data-data medis yang diduga dimanipulasi sedemikian rupa untuk menghindari panggilan dan pemeriksaan oleh penyidik KPK
Atas perbuatannya tersebut, Fredrich dan Bimanesh disangkakan melanggar Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pasal tersebut mengatur mengenai orang yang sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang terdakwa dalam perkara korupsi dapat dipidana maksimal 12 tahun dan denda paling banyak Rp 600 juta.