Jumat 12 Jan 2018 08:23 WIB

Jokowi di Antara 'Konflik' Susi dan Luhut

  Kapal ikan asing asal Vietnam diledakkan dan ditenggelamkan oleh TNI Angkatan Laut di perairan Natuna, Kepulauan Riau, Jumat (5/12). (Antara/Immanuel Antonius)
Kapal ikan asing asal Vietnam diledakkan dan ditenggelamkan oleh TNI Angkatan Laut di perairan Natuna, Kepulauan Riau, Jumat (5/12). (Antara/Immanuel Antonius)

REPUBLIKA.CO.ID,

Oleh: Dessy Suciati Saputri, Halimahtus Sa'diyah

Kebijakan penenggelaman kapal telah menimbulkan konflik bahkan di antara anggota kabinet. Presiden Jokowi pun angkat bicara atas perbedaan sikap Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Susi Pudjiastuti dan Menko Kemaritiman Luhut B Pandjaitan ini.

Presiden Jokowi memuji kebijakan penenggelaman kapal ala Menteri Susi. Saat berada di NTT, beberapa hari lalu pun Presiden kembali menyinggung keberanian Susi dalam menenggelamkan kapal nelayan ilegal.

Penenggelaman kapal tentu bukan satu-satunya kebijakan yang dijalankan. Jokowi mengatakan sudah saatnya pemerintah mulai fokus ke pengembangan industri pengolahan ikan. Jokowi mengaku sudah menyampaikan pesan ini kepada Menteri Susi.

"Makanya saya bilang ke Bu Susi, 'Bu, sekarang konsentrasinya agar ke industri pengolahan ikan terutama yang mendorong ekspor ikan. Karena ekspor (ikan) kita turun'," kata Jokowi di Hotel Grand Sahid Jakarta, Rabu (10/1).

Presiden menyatakan akan memberikan dukungan terhadap seluruh kebijakan yang dibuat oleh para menterinya asalkan untuk kebaikan. Kebijakan penenggelaman kapal itupun dinilai Jokowi penting dilakukan untuk menunjukan hukum Indonesia yang tak main-main serta memberikan efek jera bagi kapal pencuri ikan.

"Semua saya dukung. Jadi penenggelaman itu bentuk penegakan hukum yang kita tunjukkan, bahwa kita tidak main-main dengan pencurian ikan ilegal. Untuk efek jera," kata Presiden.

Jokowi menegaskan kebijakan yang dibuat oleh menteri-menterinya pun dilakukan untuk kebaikan bangsa dan rakyat Indonesia.

Sebelumnya, Luhut menyatakan tindakan penenggelaman kapal oleh Menteri Susi perlu dihentikan. Ia menilai, langkah Susi sudah cukup selama tiga tahun terakhir ini.

"Tidak ada lagi penenggelaman tahun ini. Cukuplah itu. Fokus sekarang adalah meningkatkan produksi agar ekspor naik," ujar Luhut, Senin (8/1).

Luhut menjelaskan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Susi mengenai hal ini. Ke depannya KKP perlu meningkatkan produksi dengan memperbaiki kualitas tangkap. Menurut Luhut, potensi ikan nasional bisa dimanfaatkan dengan membuat industri dari hulu ke hilir.

"Presiden itu bilang bahwa (kita) harus fokus. Seperti ekspor itu kita menurun karena banyak pabrik ikan yang tutup," ujar Luhut.

Hal sama disampaikan Wapres Jusuf Kalla (JK). JK meminta agar kebijakan penenggelaman kapal segera dihentikan karena berdampak terhadap hubungan diplomatik dengan negara-negara lain dan menurunkan ekspor ikan tangkap.

Untuk memberikan efek jera kepada kapal-kapal asing pencuri ikan, kata JK, tidak harus dengan cara ditenggelamkan, tapi ada aspek hukum lain yang bisa ditempuh. Misalnya saja, kapal-kapal asing pencuri ikan tersebut ditahan dan dilelang. Sebab, tak dimungkiri, Indonesia juga masih membutuhkan kapal.

Jusuf Kalla mengatakan, masih banyak nelayan Indonesia membutuhkan kapal. Oleh karena itu, sebaiknya kapal-kapal asing pencuri ikan tersebut diberikan saja ke nelayan Indonesia untuk meningkatkan produktivitas ekspor ikan tangkap.

Kebijakan penenggelaman kapal dalam tiga tahun terakhir ini telah menimbulkan protes dari sejumlah negara. Bahkan, beberapa dari mereka telah melakukan pendekatan diplomatik untuk menyelesaikan masalah itu.

Susi sebelumnya mengungkapkan kebijakan penenggelaman kapal ini sudah sesuai dengan Undang-Undang Perikanan dan didukung Presiden Jokowi. Ia mengajak orang-orang yang tidak senang dengan kebijakan ini untuk langsung berbicara dengan Presiden Jokowi saja.

Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri berpendapat menurut UU No 31/2004/ jo no 45/2009 tentang Perikanan disebutkan bahwa pengadilan hanya memutuskan salah atau tidaknya suata kapal ikan yang dituduhkan ilegal.

Adapun kewenangan untuk kapal ilegal itu untuk ditenggelamkan, dimanfaatkan/dihibahkan ke nelayan Indonesia, untuk riset atau kepentingan nasional lainnya, kata Rokhmin, itu kewenangan Menteri Kelautan.

"Jadi, bukan berarti semua kapal ilegal itu harus ditenggelamkan," kata Rokhmin dalam penjelasannya, Rabu (10/1).

Ada opsi lain, sambung Rokhmin, yang lebih bermanfaat dari sekadar menenggelamkan. Rokhmin mengiyakan penenggelaman kapal diperlukan untuk menciptakan efek jera.

"Sepanjang sejarah NKRI, kamilah yang pertama menenggelamkan kapal ikan asing. Tapi itu berlangsung hanya setengah tahun, untuk memberikan efek jera. Setelah itu kapal ikan sitaan tersebut kita hibahkan kepada nelayan Indonesia," kata Rokhmin.

Rokhmin mengajak semua pemegang kendali atas kelautan, perikanan, dan kemaritiman untuk bersama-sama fokus pada masalah yang jauh lebih penting. Salah satunya, masalah produksi dan ekspor ikan.

Perbedaan Luhut-Susi jangan di publik

Perbedaan tajam antara Menteri Luhut dan Susi yang muncul ke publik mendapat sorotan Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan. Taufik menilai perbedaan pendapat keduanya seharusnya tidak perlu terjadi karena menyangkut kebijakan yang dikeluarkan pemerintah.

Juga, perbedaan pendapat Menteri Luhut dengan Menteri Susi terkait peledakan kapal nelayan asing tidak perlu muncul di depan publik. Menurutnya, penyelesaian itu sebaiknya diselesaikan pada rapat kabinet yang langsung dipimpin oleh Presiden Joko Widodo.

"Sebaiknya dikembalikan kepada kebijakan Presiden Jokowi karena bagaimanapun sebagai pemegang mandatori adalah presiden," ujarnya.

Selain itu, menurut Wakil Ketua Umum DPP PAN itu, penyelesaian perbedaan pendapat tersebut sebaiknya dikembalikan dalam peraturan yang sudah ada mengenai hukum meledakkan kapal nelayan asing. Hal ini terkait apakah perlu diledakkan dan bagaimana pemanfaatanmya jika tidak diledakkan.

Ekspor ikan turun

Susi menyatakan ekspor komoditas perikanan Indonesia masih lebih baik dibandingkan dengan negara lain di tengah situasi perekonomian global yang menurun. "Ekspor, walaupun turun, tetapi dibandingkan negara lain jauh lebih baik," kata Susi, Kamis (11/1).

Menurut Susi, jumlah stok ikan di perairan Indonesia saat ii naik sehingga tangkapan juga meningkat dan nilai tukar nelayan dan pembudidaya juga mengalami kenaikan yang berarti. Jumlah pendapatan yang mereka terima saat ini juga meningkat dibanding sebelumnya.

Semua hal itu, ujar dia, ikut menunjang kinerja sektor kelautan dan perikanan dalam rangka memperbaiki serta membenahi ekonomi Indonesia agar terus meningkat.

Dirjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan KKP Nilanto Perbowo menyatakan, turunnya volume ekspor tidak berpengaruh kepada meningkatnya nilai ekspor per tahun. Hal itu, ujar Nilanto, karena setiap tahun ada faktor meningkatnya harga ekspor serta produk perikanan memiliki nilai tambah.

Selain itu, ia mengungkapkan rata-rata produk yang turun volume ekspornya adalah produk dengan harga yang relatif rendah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement