Rabu 10 Jan 2018 20:04 WIB

KPK: Fredrich dan Bimanesh Diduga Bersekongkol

Wakil Ketua KPK Basariah Pandjaitan
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Wakil Ketua KPK Basariah Pandjaitan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi menilai mantan kuasa hukum Setya Novanto, Fredrich Yunadi diduga bersekongkol dengan dokter Rumah Sakit Medika Permata Hijau Jakarta Barat Bimanesh Sutarjo untuk menghindarkan Novanto dari pemeriksaan. KPK telah menetapkan Fredrich dan Bimanesh sebagai tersangka

"Fredrich dan Bimanesh diduga bekerja sama untuk memalsukan tersangka Setya Novanto ke rumah sakit untuk dilakukan rawat inap dengan data-data medis yang diduga dimanipulasi sedemikian rupa untuk menghindari panggilan dan pemeriksaan oleh penyidik KPK," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan saat konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (10/1).

KPK pada Rabu ini menetapkan Fredrich Yunadi dan dokter Bimanesh Sutarjo sebagai tersangka dalam kasus tersebut. Basaria menjelaskan bahwa pada 15 November 2017 pada jam kerja, Setya Novanto diagendakan akan diperiksa sebagai tersangka atas dugaan korupsi KTP elektronik yang diduga dilakukannya bersama-sama pihak lain.

Saat itu, Setya Novanto tidak datang dan mengirimkan surat pada KPK. Kemudian, kata Basaria, pada 15 November 2017 sekitar pukul 21.40 WIB tim KPK mendatangi rumah Setya Novanto di Jalan Wijaya XIII Melawai, Kebayoran Baru dengan membawa surat perintah penangkapan dan penggeledahan.

"Setya Novanto tidak berada di tempat hingga proses pencarian di rumah tersebut dilakukan sampai pukul 02.50 WIB. Berikutnya KPK mengimbau agar Setya Novanto menyerahkan diri," ucap Basaria.

Selanjutnya, ia mengungkapkan bahwa pada 16 November 2017 KPK menerbitkan Daftar Pencarian Orang (DPO) untuk tersangka Setya Novanto dan menyurati Kapolri dengan tembusan ke NCB Interpol.

"Malam harinya terdapat informasi mobil yang dinaiki Setya Novanto mengalami kecelakaan dengan tiang lampu atau listrik dan dibawa ke RS Medika Permata Hijau," tuturnya.

Menurut Basaria, meskipun diakui kecelakaan, Setya Novanto tidak dibawa ke Instalasi Gawat Darurat (IGD), melainkan langsung ke ruang rawat inap VIP. "Sebelum Setya Novanto dirawat di RS, diduga Fredrich Yunadi telah datang terlebih dahulu untuk berkoordinasi dengan pihak RS," ungkap Basaria.

Menurut dia, didapatkan juga informasi bahwa salah satu dokter di RS mendapatkan telepon dari seorang yang diduga sebagai pengacara Setya Novanto bahwa Setya Novanto akan dirawat di RS sekitar pukul 21.00 WIB.

"Meminta kamar perawatan VIP yang rencana akan di-"booking" satu lantai, padahal saat itu belum diketahui Setya Novanto akan dirawat karena sakit apa," kata Basaria.

Selain itu, kata dia, penyidik juga mendapatkan kendala ketika melakukan pengecekan informasi peristiwa kecelakaan yang berlanjut pada perawatan medis di RS Medika Permata Hijau.

Atas perbuatannya tersebut, Fredrich dan Bimanesh disangkakan melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur mengenai orang yang sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang terdakwa dalam perkara korupsi dapat dipidana maksimal 12 tahun dan denda paling banyak Rp 600 juta.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement