REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan kontributor Metro TV, Hilman Mattauch, mengaku dicecar 10 pertanyaan oleh para penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kecelakaan yang dialami terdakwa kasus korupsi proyek pemgadaan KTP-elektronik (KTP-eL) Setya Novanto pada November 2017.
"Pemeriksaan masih sama seperti yang kemarin, lanjutan saja. Sekitar 10 pertanyaan," ungkap Hilman usai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Selasa (8/1).
Saat ditanyakan ihwal materi pemeriksaannya, Hilman enggan menjelaskannya lenbih lanjut "Sudah ya sudah, mohon doanya ya. Sudah ya," ujarnya sambil bergegas meninggalkan lembaga antirasuah.
Kabiro Humas KPK Febri Diansyah mengatakan pemeriksaan Hilman masih untuk mendalami kecelakaan yang dialami terdakwa kasus korupsi proyek pemgadaan KTP-elektronik (KTP-el) Setya Novanto yang saat itu merupakan buron KPK dan Polri. "Masih terkait proses sebelumnya. Kami dalami peristiwa seputar kecelakaan SN (Setya Novanto) di pertengahan November 2017," kata Febri saat dikonfirmasi , Selasa (9/1).
Sebelumnya, Hilman telah diminta keterangannya pada 11 Desember 2017. Ketika itu, Hilman tak membantah bila KPK sedang melakukan penyelidikan baru terkait dengan penanganan korupsi KTP-el.
Febri menjelaskan KPK mulai melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi saksi dalam konteks penyelidikan obstruction of justice dan masih fokus pada proses peristiwanya. Menurut Febri, kemungkinan adanya perbuatan pihak tertentu secara bersama-sama atau sendiri untuk menghalangi penanganan kasus KTP-el.
Padahal, sambung Febri, sebelum terjadinya kecelakaan KPK telah meminta bantuan Polri untuk menjadikan Novanto sebagai daftar pencarian orang (DPO). Sehingga, bila ada pihak yang berusaha menyembunyikan Novanto atau merekayasa kondisi, maka orang tersebut bisa dikenakan sanksi pidana.
"Tentu akan kami cermati lebih jauh. Tapi kami tidak bisa bicara lebih jauh terutama mengenai aktornya siapa, karena ini masih dalam tahap penyelidikan," ucap Febri.
Penyelidikan tersebut terkait dengan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal 21 Undang-Undang Tipikor berbunyi, "Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa atau pun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 belas tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150 juta dan paling banyak Rp 600 juta."
Sebelum menjadi tahanan KPK, kecelakaan tunggal dialami oleh mobil Novanto saat hendak menuju kantor Metro TV, terjadi di Jalan Permata Hijau, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Padahal, pada saat itu Novanto sudah dalam DPO.
Ikuti Whatsapp Channel Republika