Ahad 07 Jan 2018 16:50 WIB

Desa di Kabupaten Bandung Minta Bantuan Tunai Diubah

Rep: M Fauzi Ridwan/ Red: Agung Sasongko
Pekerja memproduksi kain tenun tradisional  di industri rumahan kawasan Ibun, Majalaya, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Selasa (19/12). Produksi tenun atau ulos khas Majalaya di industri rumahan tersebut masih menggunakan alat tenun bukan mesin  yang mampu menghasilkan 2-3 lembar per minggu untuk dipasarkan ke Jakarta, Sumatera Utara, dan Kalimantan dengan kisaran harga Rp500 ribu hingga jutaan rupiah.
Foto: Novrian Arbi/Antara
Pekerja memproduksi kain tenun tradisional di industri rumahan kawasan Ibun, Majalaya, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Selasa (19/12). Produksi tenun atau ulos khas Majalaya di industri rumahan tersebut masih menggunakan alat tenun bukan mesin yang mampu menghasilkan 2-3 lembar per minggu untuk dipasarkan ke Jakarta, Sumatera Utara, dan Kalimantan dengan kisaran harga Rp500 ribu hingga jutaan rupiah.

REPUBLIKA.CO.ID, SOREANG- Kepala Desa Cukanggenteng, Kabupaten Bandung, Hilman Yusuf meminta agar skema penyaluran dana desa yang selama ini disalurkan secara tunai langsung kepada desa agar diubah. Ia mengaku sebagai penerima manfaat lebih menginginkan dana desa disalurkan dalam bentuk program atau berbentuk fisik.

 

"(Desa) di Kab Bandung, sudah membuat surat kepada presiden. Kami tidak menerima Dana Desa secara langsung tapi kami hanya ingin menerima manfaatnya saja," ujarnya kepada Republika, Ahad (7/1).

 

Menurutnya, para kepala desa di Kabupaten Bandung meminta agar skema penyaluran dana desa diubah karena selama ini kepala desa selalu diberitakan negatif menyangkut korupsi. Selain itu, ia mengkhawatirkan jika dana desa yang ada malah dijadikan ajang bancakan orang yang tidak bertanggung jawab.

 

"Ada Dana desa atau tidak. Itu tidak berpengaruh," ungkapnya. Katanya, saat ini pihaknya belum menerima Dana Desa tahun 2018. Berdasarkan informasi, ia menuturkan, saat ini dana desa sudah turun dari pemerintah pusat ke pemerintah Kabupaten.

 

Ia menuturkan, meski belum cair ke desa katanya tidak menganggu aktivitas pemerintah desa. Malah katanya jika Alokasi Dana Perimbangan Desa (ADPD) telat turun hal itu yang akan menganggu aktivitas pemerintah desa. Sebab berkaitan langsung.

 

Asosiasi Perangkat Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) bersama Parade Nusantara serta Persatuan Pemerintah Desa Indonesia (PPDI) akan melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi terkait aturan-aturan yang dianggap merugikan desa. Pengajuan akan dilakukan pada Januari akhir dengan kuasa hukum mantan Menteri Hukum dan HAM Yusril Ihza Mahendra.

 

Sekretaris Apdesi Kabupaten Bandung, Hilman Yusuf mengungkapkan beberapa aturan yang merugikan kepala desa diantaranya kepala desa tidak boleh menjadi pengurus partai. Sementara Bupati sendiri boleh menjadi anggota partai. Selain itu saat mencalonkan diri kembali di pemilihan harus mengundurkan diri padahal bisa cuti saja.

 

"Banyak hal lain, produk hukum yang merugikan desa. Kami akan ajukan (judicial review) akhir Januari. Kemarin penandatanganan kuasa hukum Yusril Ihza Mahendra," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement