Sabtu 06 Jan 2018 02:52 WIB

Ini Lima Tantangan PPP pada Pemilu 2019

Ketua Umum PPP Romahurmuziy
Foto: REPUBLIKA/Agus Supriyanto
Ketua Umum PPP Romahurmuziy

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum DPP PPP M Romahurmuziy menilai partainya menghadapi lima tantangan di Pemilu 2019. Salah satunya terjadinya migrasi atau perpindahan ideologis dari partai agamis ke partai nasionalis.

"Pada pemilu 1955, partai-partai agamis mendapatkan perolehan suara 43,5 persen. Pada pemilu 2014, angka ini merosot menjadi 31 persen, yang terdiri atas PPP, PKB, PAN, PKS dan PBB," kata Romahurmuziy atau Romy dalam pidato politiknya di acara Harlah PPP ke-45, di Kantor DPP PPP, Jakarta, Jumat (6/1).

Hai itu menurut dia adalah keprihatinan bersama karena ada perpindahan orientasi politik santri dari agamis menjadi semakin sekuler. Juga sebagian putra-putri dan aktivis ormas Islam yang memilih partai-partai sekuler.

Bahkan dia menilai ada yang aktif di partai politik yang pemimpinnya tidak sesuai dengan ajaran Islam. Angka-angka survey juga menunjukkan bahwa rakyat merasa semakin jauh dari pemimpin politiknya. "Hal ini harus kita jawab dengan silaturrahim ke basis, membangun ketokohan pemimpin-pemimpin partai, serta kerja nyata dan menyentuh kepentingan rakyat," ujarnya.

Tantangan kedua menurut dia, Pilkada 2018 akan menjadi pemanasan dan gambar pertarungan di Pemilu 2019. Karena berlangsung di 17 provinsi dan 154 kab/kota dengan melibatkan total 70 persen pemilih Indonesia. Di Pilkada 2018, dia telah menugaskan seluruh elemen partai untuk all out memenangkan pasangan calon yang diusung PPP. "DPP partai menginstruksikan untuk seluruh elemen Partai Bergerak Bersama Rakyat untuk memenangkan paslon yang dihadapi PPP," katanya.

Romy menjelaskan tantangan ketiga, kemungkinan adanya kontraksi politik akibat fitnah politik yang dibuat seiring massifnya penggunaan media sosial. Dia menilai medsos yang dipakai separuh masyarakat Indonesia justru menjadi penyekat silaturahim dan bukan perekat silaturahmi. Alasannya, karena menjauhkan yang dekat hanya karena perbedaan soal Pilkada dan Pilpres.

"PPP melalui tema hari lahir ini mengajak semua untuk bersatu karena bangsa ini butuh bersatu daripada bertikai. Bangsa ini butuh kekompakan karena musuh kita di luar Indonesia yang ingin mencaplok Indonesia dengan kekuatan finansial dan mengganggu keharmonisan," ujarnya.

Dia menjelaskan tantangan keempat, Waktu pelaksanaan Pileg dan Pilpres yang bersamaan untuk pertama kalinya, pada tanggal 17 April 2019 sehingga beban elektoral sudah pasti akan ada di pundak seluruh kader. Menurut dia, Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) II PPP tanggal 21 Juli 2017 telah menetapkan PPP mencalonkan kembali Joko Widodo sebagai Presiden pada Pemilu 2019. Sehingga tugas PPP adalah mendorong Cawapres pendamping Jokowi harus dari kalangan santri, baik figur partai atau non-partai.

"Cawapres yang demikian sekaligus dapat menjawab pelabelan anti-Islam dan pro-komunis yang terus dilekatkan lawan-lawan politik kepada Jokowi," katanya.

Tantangan terakhir, Romy mengatakan, seluruh politisi PPP dihadapkan pada tuntutan pragmatisme pemilih, Islam mengharamkan risywah termasuk suap dalam mendapatkan suara. Namun realitasnya menurut dia, tanpa pembiayaan yang cukup, caleg-caleg bertumbangan sehingga setiap Dewan Pimpinan Partai harus pandai-pandai dalam merekrut caleg.

"Setiap caleg harus memiliki tiga modal sekaligus. Yakni modal jaringan politik, modal sosial berupa popularitas dan rekam jejak, serta modal finansial," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement