Jumat 05 Jan 2018 18:37 WIB

KPK: Bupati HST Terima Fee Rp 3,6 Miliar

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Andri Saubani
Bupati Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan Abdul Latif (kedua kiri) dengan rompi tahanan meninggalkan gedung KPK, Jakarta, Jumat (5/1).
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Bupati Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan Abdul Latif (kedua kiri) dengan rompi tahanan meninggalkan gedung KPK, Jakarta, Jumat (5/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Hulu Sungai Tengah (HST) Kalimantan Selatan, Abdul Latif sebagai tersangka kasus pemberian hadiah atau janji terkait pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Kabupaten HST pada 2017.

Diketahui, KPK menetapkan empat orang tersangka dalam kasussuap proyek pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Damanhuri Barabai, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan. Mereka adalah, Bupati HST Abdul Latif, Ketua Kamar Dagang Industri Kabupaten HST, Kalimantan Selatan H Fauzan Rifani, Direktur PT Sugriwa Agung, Abdul Basit; dan Direktur Urtama PT Menara Agung, Donny Witono.

Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, Latif diduga menerima fee komitmen dari proyek pembangunan RSUD Damanhuri, Barabai sebesar Rp 3,6 miliar. Uang tersebut terkait pembangunan ruang perawatan kelas I, kelas II, VIP, dan super VIP di rumah sakit tersebut.

"Dugaan komitmen fee proyek tersebut adalah 7,5 persen atau sekitar Rp 3,6 miliar," ujar Agus dalam konfrensi pers di gedung KPK Jakarta, Jumat (5/1).

Agus menerangkan, Latif menerima fee proyek itu secara bertahap dari Donny. Perusahaan yang dipimpin Donny PT Menara Agung merupakan penggarap proyek pembangunan RSUD Damanhuri tahun anggaran 2017.

"Dugaan realisasi pemberian fee proyek sebagai berikut, pemberian pertama dalam rentan September-Oktober 2017 sebesar Rp 1,8 miliar, kemudian pemberian kedua pada 3 Januari 2018 sebesar Rp 1,8 miliar," terang Agus.

Adapun, dalam OTT pertama kali pada 2018 ini, KPK mengamankan sejumlah barang bukti yakni, rekening koran PT Sugriwa Agung dengan saldo Rp 1,82 miliar dan Rp 1,8 miliar, uang Rp 65,65 juta dari brankas Latief, dan Rp 25 juta dari tas milik Latif di ruang kerjanya.

Atas perbuatannya, sebagai penerima suap Latif, Fauzan dan Abdul Basit disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sementara, Donny yang menjadi tersangka pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement