Rabu 03 Jan 2018 14:28 WIB

Tito Ingin Penganggaran Penanganan Kasus Polri Seperti KPK

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Andri Saubani
Kapolri Jenderal Tito Karnavian menemui Komisioner Ombudsman Republik Indonesia Amzulian Rifai di Markas Besar Polri, Jakarta, Rabu (3/1).
Foto: Republika/Arif Satrio Nugroho
Kapolri Jenderal Tito Karnavian menemui Komisioner Ombudsman Republik Indonesia Amzulian Rifai di Markas Besar Polri, Jakarta, Rabu (3/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian berharap pola pendanaan penanganan kasus di Polri dengan menggunakan sistem at cost seperti di sistem pendanaan penanganan kasus di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tito beralasan sistem ini dapat memacu penanganan kasus oleh reserse Polri yang kerap terbengkalai.

Tito mengakui kelemahan Polri dalam bidang reserse menimbulkan keluhan paling karena penanganan kasus yang tidak tuntas. Untuk memperbaiki hal tersebut salah satu hal yang diinginkan Tito adalah sistem penganggaran dengan sistem at cost.

"Kalau teman-teman di KPK menggunakan sistem at cost, AFB Australian Federal Police, FBI menggunakan sistem at cost, sementara Polri menggunakan sistem indeks, ya nggak akan mungkin bisa maksimal berkerja," kata Tito di Markas Besar Polri, Jakarta, Rabu (3/12).

Sistem indeks mengkategorikan kasus menjadi empat kategori, yakni sangat sulit, sulit, sedang, dan ringan. Pembiayaan suatu kasus maka disesuaikan dengan golongannya. Semakin kasus itu sulit, maka anggarannya semakin besar.

Namun menurut Tito, mengkategorikan kasus tertentu saja kerap sulit. Kasus kecil kadangkala membutuhkan biaya yang besar.

"Jadi kalau ada istilah nanti lapor hilang ayam, lapor polisi, polisi jadi kehilangan kambing, polisi kadang-kadang kehilangan sapi, jangan salah," kata Tito mengibaratkan.

Sedangkan sistem at cost tidak biaya riil adalah biaya yang dikeluarkan sesuai dengan bukti pengeluaran yang sah. Sehingga, pengeluaran untuk kasus tidak terbatas kategori.

Dengan sistem ini, Tito meyakini dapat memacu kerja penyidik Polri lebih maksimal. Lebih lagi untuk kasus-kasus yang memerlukan biaya tinggi seperti pengejaran ke luar negeri.

"Berapapun juga diperlukan dalam rangka penyidikan itu dibayar oleh negara, seperti KPK sekarang menggunakan sistem at cost, maka dia bisa fokus mau keluar negeri, mau kemana saja, nggak bayar (diganti negara)," kata Tito.

Kemudian, Tito berharap agar reserse tidak diberi target atau pembatasan kasus tertentu. Padahal, publik dalam melapor kasus ke Polri juga tidak dibatasi. Sehingga, karena keterbatasan anggaran dan pembatasan kasus, kasus menjadi terbengkalai. "Kasusnya hanya dibiayai untuk satu Polres satu tahun misalnya empat atau lima kasus. padahal yang dia tangani 20 kasus, biayanya yang mana yang lain?," ucap Tito.

"Polri menghendaki sistem at cost, sudah saya minta ini saja," kata dia.

Tito menambahkan, dalam meningkatkan kualitas Reserse, ia juga ingin memperbaiki manajemen kasus berbasis IT seperti di negara maju. Kasus masuk dalam satu database besar, dan kemudian bisa diakses oleh para pimpinan dan bisa dicek oleh para pimpinan dengan sekuriti dan password tertentu.

Sehingga, pimpinan bisa mengakses dan memantau semua kasus yang ditangani di seluruh Indonesia sehingga evakuasi kasus dapat lebih mudah. "Pengawasan yang efektif, kalau menggunakan sistem IT database, sekarang manual," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement