Selasa 02 Jan 2018 11:58 WIB

Panglima Hadi yang ‘Bingung’ Memilih KSAU

Wartawan Republika, Erik Purnama Putra
Foto: Istimewa
Wartawan Republika, Erik Purnama Putra

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Wartawan Republika,  Erik Purnama Putra

Sudah hampir sebulan jabatan kepala staf Angkatan Udara (KSAU) kosong. Bukan kosong memang, lebih tepatnya dirangkap oleh Marsekal Hadi Tjahjanto yang kini menjabat panglima TNI.

Pada 4 Desember 2017, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno menyerahkan surat kepada Wakil DPR Fadli Zon terkait keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menunjuk Hadi sebagai panglima TNI menggantikan Jenderal Gatot Nurmantyo. Dalam waktu hitungan hari, Hadi menjalani uji kepatutan dan kelayanan di Komisi I DPR, dilantik Presiden Jokowi di Istana Negara, dan melakukan serah terima jabatan (sertijab) dengan Gatot di Mabes TNI Cilangkap pada 9 Desember 2017.

Proses singkat itu jelas menimbulkan banyak tanya, meskipun sudah memasuki masa persiapan pensiun (MPP). Pasalnya, Gatot baru pensiun pada akhir Maret 2018. Gatot yang enggan mengajukan pensiun dini, lebih memilih untuk tetap menjadi jenderal aktif hingga tiga bulan ke depan.

Yang menjadi pertanyaan hingga kini adalah, mengapa sejak Hadi menjabat panglima TNI, posisi KSAU belum juga dilepaskannya? Bukan menjadi hal lazim panglima TNI merangkap jabatan kepala staf. Belum lagi, Hadi masih sempat melantik beberapa perwita tinggi (pati) TNI AU dengan berposisi sebagai KSAU, dan melantik beberapa pati di lingkungan Mabes TNI dengan menjabat sebagai panglima TNI.

Menarik untuk ditelaah mengapa Hadi seolah 'kebingungan' untuk menentukan penggantinya. Sebenarnya, ada empat kandidat KSAU yang layak dipilih karena secara administratif sudah memenuhi aturan dengan menyandang bintang tiga. Namun, sepertinya ada keputusan politik yang dilakukan Presiden Jokowi dalam memilih KSAU ke-22.

Pertama adalah Wakil Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Marsekal Madya (Marsdya) Bagus Puruhito. Bagus pernah menjabat sebagai wakil KSAU mulai 12 Mei 2014-9 November 2015. Dengan kata lain, dia merupakan pati paling senior yang sudah menyandang pangkat Marsdya.

Ketika Hadi masih berbintang satu, Bagus bahkan sudah menyandang bintang tiga di pundaknya. Dia juga pernah menduduki posisi strategis, seperti panglima Komando Operasi AU (Pangkoopsau) I dan komandan Lanud Halim Perdanakusuma. Usia alumnus Akademi Angkatan Udara (AAU) tersebut pun baru 55 tahun alias masa pensiunnya terbilang lama.

Hanya saja, Bagus pernah menjabat sebagai ajudan presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Bisa jadi, catatan dianggap sebagai 'orang' SBY melekat kepadanya. Sehingga kemungkinan menduduki posisi AU 1 terbilang kecil, meski secara persyaratan sudah mencukupi.

Calon kedua, yaitu Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemenhan Marsdya Hadiyan Sumintaatmadja. Hadiyan sebelumnya menjabat sebagai wakil KSAU periode 9 November 2015-27 Oktober 2017, atau menggantikan Marsdya Bagus. Berbeda dengan Bagus yang merupakan korps Penerbang Angkut, Hadiyan merupakan pilot pesawat tempur. Tidak heran, jabatan panglima Komando Sektor Pertahanan Udara Nasional (Pangkohanudnas) IV/Biak periode 2009-2010 dan panglima Komando Pertahanan Udara Nasional (Pangkohanudnas)  periode 2013-2015 pernah disandangnya. Pun dengan jabatan komandan Lanud Adisutjipto juga pernah diembannya.

Hanya saja, alumni AAU 1983 ini pernah menjadi sekretaris militer Presiden (Sesmilpres) SBY periode 2011-2013. Dengan fakta seperti itu, sepertinya Hadiyan cukup berat ditunjuk sebagai KSAU, karena rezim sudah berganti. Berbagai jabatan mentereng yang pernah disandangnya, 'tidak cukup' bagi Hadiyan menjadi orang nomor satu di TNI AU, meski peluang itu tetap ada.

Figur ketiga tentu saja Marsdya Yuyu Sutisna yang menjadi wakil KSAU saat ini. Sama seperti dua seniornya, alumnus AAU 1986 ini juga pernah menduduki beberapa jabatan strategis. Yuyu sebelumnya menjadi Pangkohanudnas, Pangkoopsau I, dan kepala staf (Kas) Koopsau II, komandan Lanud Iswahjudi, serta Pangkosekhanudnas III/Medan.

Berbeda dengan Bagus dan Hadiyan, Yuyu tidak pernah menduduki jabatan yang langsung bersentuhan dengan SBY. Uniknya, Hadi tidak kunjung merekomendasikannya sebagai KSAU. Padahal, kalau 'cocok', Yuyu sudah ditunjuk sejak awal menggantikan Hadi yang resmi menjadi panglima TNI, supaya posisi KSAU tidak lowong terlalu lama. Nyatanya, kondisinya tidak seperti itu. Berarti, peluang Yuyu menjabat KSAU tidak lebih besar daripada Bagus dan Hadiyan.

Kandidat keempat, yaitu Marsekal Muda (Marsda) M Syaugi yang kini menjabat kepala Basarnas. Syaugi secara resmi menjadi kepala Basarnas menggantikan Marsdya (Purn) FHB Soelistyo mulai 1 Februari 2017. Sayangnya, hingga hampir setahun berselang, proses kenaikan bintangnya sepertinya diendapkan Mabes TNI. Penulis sempat mewawancarai Syaugi soal masalah itu, ia malah mempersilakan mengapa pangkat Marsdya yang seharusnya disandangnya tidak diproses oleh Mabes TNI semasa Jenderal Gatot Nurmantyo menjabat panglima TNI.

Meski begitu, Syaugi yakin kenaikan pangkatnya diproses pada era Hadi. Kebetulan, keduanya sama-sama dari matra AU. Dengan begitu, bintang tiga sebentar lagi akan disandangnya. Alumnus terbaik AAU 1984 itu pernah menjadi dirjen Perencanaan Pertahanan (Renhan) Kemenhan, Pangkoopsau I, komandan Lanud Iswahjudi, dan Pangkosekhanudnas IV/Biak pada 2010.

Karier Syaugi hampir mirip dengan Yuyu, yang sama-sama pernah menduduki jabatan panglima operasi dan komandan lanud. Kalau Yuyu pernah menjadi atase pertahanan (Athan) RI di Washington maka Syaugi menjadi Athan RI di Moskow. Hanya saja, Syaugi memiliki masa dinas paling singkat dibandingkan ketiga, karena harus pensiun pada Desember 2018. Terkait peluangnya menjadi KSAU, tentu saja semua tergantung pada penilaian Hadi.

Bisa jadi, Hadi kurang 'sreg' dengan kesemua kandidat itu hingga membuat posisi KSAU lowong sekian lama. Sebenarnya, Hadi bisa saja menaikkan pati berpangkat Marsda untuk diberi pangkat bintang tiga, untuk selanjutnya menjabat sebagai KSAU. Namun, sepertinya skenario itu sulit terwujud untuk saat ini, lantaran jabatan lowong bintang tiga untuk pati TNI AU saat ini tidak ada. Sehingga, mau tidak mau Hadi harus memilih di antara empat pati itu.

Pun siapa pun nantinya yang menjadi KSAU, akan ditunggu kasus berat terkait penuntasan korupsi pengadaan Helikopter AgustaWestland (AW) 101 yang saat ini barangnya sudah berada di Lanud Halim Perdanakusuma. Kasus yang disinyalir merugikan negara Rp 224 miliar itu terus dikawal semasa Gatot menjabat panglima TNI. Alhasil, KSAU pangganti Hadi memiliki beban luar biasa untuk melanjutkan penanganan kasus itu, lantaran melibatkan kesatuannya. Karena itu, patut ditunggu kabar terbaru terkait drama penunjukkan KSAU yang terkesan berlarut-larut ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement