Ahad 31 Dec 2017 12:39 WIB

Pemerintah Disebut Masih Abaikan Petani dan Nelayan

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Andi Nur Aminah
Nelayan Muara Angke menjahit jaring di Pelabuhan Muara Angke, Jakarta. (ilustrasi)
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Nelayan Muara Angke menjahit jaring di Pelabuhan Muara Angke, Jakarta. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelaksana Tugas (Plt) Ketua DPR RI, Fadli Zon menilai pemerintahan Joko Widodo masih saja fokus mengejar pembangunan infrastruktur. Namun masih abai memperhatikan nasib petani dan nelayan yang menggeluti sektor primer, yaitu pertanian dan perikanan.

"Nilai Tukar Petani (NTP) sepanjang 2017 saya catat stagnan. Bahkan, NTP subsektor tanaman pangan dan subsektor perkebunan angkanya di bawah 100, menunjukkan hasil yang diperoleh petani dari kedua subsektor itu tak impas dengan biaya hidup mereka. Artinya, karena di bawah titik impas, mereka tentunya masih jauh di bawah garis sejahtera," kata Fadli dalam siaran persnya, Ahad (31/12).

Karena itu, sambung Fadli, dari data kemiskinan yang dirilis BPS (Badan Pusat Statistik)p ada Maret 2017, dilaporkan jumlah penduduk miskin mencapai 27,77 juta jiwa. Dari jumlah tersebut, 61,57 persen, atau sekitar 17,10 juta jiwa di antaranya berada di perdesaan.

Sejak 2000, tingkat kemiskinan di desa memang selalu lebih tinggi dari perkotaan. "Ini menunjukkan buruknya kehidupan petani. Mereka menjadi penyumbang terbesar angka kemiskinan nasional," ujarnya.

Lebih parah lagi, lanjut Fadli, dalam satu tahun terakhir kemiskinan kian memburuk. Pada periode September 2016 hingga Maret 2017, indeks kedalaman kemiskinan dan keparahan kemiskinan tercatat mengalami kenaikan. Indeks kedalaman kemiskinan pada September 2016 adalah 1,74. Pada pada Maret 2017, angkanya naik menjadi 1,83. Demikian juga dengan indeks keparahan kemiskinan, naik dari semula 0,44 kemudian menjadi 0,48. "Ini tentu saja memprihatinkan," ucapnya.

Fadli menuturkan menurut teori pembangunan, keberhasilan pembangunan diukur oleh tiga indikator, yaitu kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan. "Jadi, ukuran keberhasilan pembangunan bukanlah berapa ribu kilometer jalan tol yang berhasil dibangun, tapi berapa jumlah orang miskin yang kini hidupnya sejahtera," kata Fadli.

Meski diklaim berkurang, jumlah orang miskin tahun 2014 dengan 2017 sebenarnya tak jauh beda. "Secara agregat jumlahnya memang berkurang sedikit, tapi merujuk pada indeks kedalaman kemiskinan, dalam tiga tahun terakhir orang miskin ternyata semakin bertambah buruk kehidupannya. Itu tentu bukan capaian yang baik," tambahnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement