REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tokoh kebangsaan, Lily Chadijah Wahid, mengatakan toleransi dan kerukunan harus diperkuat memasuki tahun politik 2018. "Penguatan toleransi dan kerukunan di masyarakat harus terus dipompakan, baik secara formal maupun nonformal," kata Lily di Jakarta, Kamis.
Lily menilai penguatan toleransi dan kerukunan sangat diperlukan dalam menghadapi pemilihan kepala daerah serentak tahun 2018 serta pemilihan legislatif dan presiden pada 2019. Hal tersebut agar masyarakat paham dan kebal terhadap berbagai propaganda politis yang berpotensi menimbulkan perpecahan di masyarakat.
Masyarakat Indonesia diharapkan belajar banyak dari pelaksanaan Pilkada DKI Jakarta lalu yang berlangsung 'panas' dan menimbulkan kegaduhan nasional serta kerusakan dalam kehidupan bermasyarakat. "Itu akibat perang politis yang sangat tajam, bahkan menyentuh hal-hal yang paling sensitif dalam tubuh bangsa ini, yaitu SARA," kata mantan anggota DPR RI dari Fraksi PKB ini.
Ia menilai Pilkada DKI Jakarta lalu telah meninggalkan luka dalam masyarakat Indonesia. Karena itu, pemerintah melalui lembaga-lembaga yang berkompeten harus terus melakukan sosialisasi penguatan kembali nilai toleransi dan kerukunan antar umat beragama untuk meredam kemungkinan terjadinya kampanye-kampanye negatif.
"Senjata utama untuk meredam hal itu agar tidak terjadi pada 2018 dan 2019 adalah dengan kembali memperkuat toleransi dan kerukunan antarumat beragama, suku, dan golongan," katanya.
Ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk menguatkan toleransi dan kerukunan itu. Salah satunya dengan menggalakkan program pertemuan masyarakat dari tingkat paling bawah sampai atas untuk membangun kembali jiwa kebersamaan dan kerukunan.
Selain itu, tambah adik kandung Gus Dur itu, semangat gotong royong dalam masyarakat harus terus dibudayakan demi menguatkan rasa persaudaraan. "Jangan ada pengotakan atau pengucilan. Semua lapisan masyarakat harus dirangkul dan dibangkitkan semangat kebersamaan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia," kata Lily.