REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartanto disarankan mundur dari kabinet. Posisi Airlangga di kabinet akan membuat ketua DPR seperti ayam jago kehilangan 'taji' dan 'kokoknya’.
"Demi tertib ketatanegaraan dan kepentingan nasional yang lebih besar, saya berharap mas Airlangga legowo melepas jabatannya sebagai Menteri Perindustrian. Tidak usah menunggu Presiden memutuskan,” kata anggota Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional (PAN), Dradjad Hari Wibowo, dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Kamis (28/12).
Dradjad mengatakan sebenarnya ia tidak ingin mempersoalkan rangkap jabatan Airlangga sebagai Ketum Golkar dan Menperin. "Saya mengenal Mas AH sebagai sosok yang kapabel, santun dan enak dalam pergaulan. dengan dia. Jaringannya luas. Jadi saya rasa dia akan sanggup merangkap jabatan, meski tentu sangat berat," kata Dradjad.
Dradjad menyebut akan ada masalah tertib ketatanegaraan dan kepentingan nasional karena, secara realpolitik, rangkap jabatan ini bisa menimbulkan kerancuan dalam praktik ketatanegaraan. Bahkan bisa melemahkan posisi DPR, khususnya Ketua DPR secara signifikan.
"Contohnya, bayangkan jika nanti DPR mengadakan rapat konsultasi dengan Presiden. Terlepas dari apakah mas Airlangga hadir atau tidak dalam rapat itu, Ketua DPR akan seperti ayam jago yang kehilangan taji dan kokoknya. Karena, Ketua DPR tunduk pada Airlangga, sementara Airlangga sebagai Menperin tunduk pada Presiden,” papar politikus senior PAN tersebut. Jika Airlangga hadir dalam rapat konsultasi tersebut, dia berdeham saja, lanjutnya, Ketua DPR bisa salah tingkah.
Ini baru dalam rapat konsultasi. Belum lagi dalam forum rapat yang lain. Ketua DPR akan sulit menjalankan tugas pokok dan fungsinya di bidang legislasi, pengawasan dan penganggaran secara maksimal.Situasi realpolitik ini berbeda dengan ketika Hatta Rajasa, Suryadharma Ali dan Muhaimin Iskandar merangkap jabatan. Mereka bertiga tidak dalam posisi menentukan Ketua DPR.
"Hanya bang Hatta sebagai Ketum PAN yang ikut memutuskan siapa dari PAN yang menjadi salah satu Wakil Ketua DPR. Saya sebut 'ikut' karena sebagai waketum, saya tahu betul proses keputusan tersebut," jelas Dradjad.
Sementara itu Airlangga mendapat mandat penuh dari Golkar menentukan siapa Ketua DPR. Meski kepemimpinan di DPR bersifat kolektif kolegial, tetap saja Ketua DPR menjadi figur sentral, yang menjadi wajah utama DPR.
"Jadi, agar DPR --khususnya ketua DPR-- bisa menjalankan tupoksinya dengan maksimal, jauh lebih baik jika Mas Airlangga melepas jabatannya sebagai Menperin,” ungkapnya.
Dradjad mengatakan ada opsi lain, yaitu Airlangga absen tidak memutuskan siapa yang menjadi Ketua DPR. "Saya tidak tahu apakah AD/ART Golkar memungkinkan," kata dia.
Namun, hal ini bisa memunculkan matahari kembar di Golkar. Karena, Ketua DPR menjadi figur yang sangat kuat, tidak tergantung Ketum Golkar. Ini menjadi sumber friksi dan instabilitas internal. "Saya tidak yakin Golkar akan memilih jalan ini mengingat pemilu hanya belasan bulan lagi," terangnya.