Kamis 28 Dec 2017 12:50 WIB

Soal Kerugian Negara Kasus KTP-El, Setnov: Tidak Benar Itu

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Andri Saubani
Terdakwa kasus korupsi KTP Elektronik Setya Novanto menjalani sidang dengan agenda tanggapan jaksa terhadap eksepsi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (28/12). Jaksa penuntut umum menyatakan tetap pada dakwaan semula.
Foto: ANTARA FOTO/Rosa Panggabean
Terdakwa kasus korupsi KTP Elektronik Setya Novanto menjalani sidang dengan agenda tanggapan jaksa terhadap eksepsi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (28/12). Jaksa penuntut umum menyatakan tetap pada dakwaan semula.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Terdakwa kasus korupsi proyek pengadaan KTP elektronik (KTP-el), Setya Novanto, hari ini kembali menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta. Setelah agenda sidang pembacaan tanggapan atas eksepsinya, Novanto kini tinggal menunggu putusan sela dari majelis hakim yang akan dibacakan pekan depan.

Terkait dengan banyak nama yang hilang di surat dakwaannya, Novanto justru tidak mau berkomentar banyak dan akan nelihat perkembangannya di persidangan. Ia juga tetap membantah ikut terlibat dalam proyek yang merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun itu. "Nanti kita lihat perkembangan berikutnya (nama-nama yang hilang di dakwaan). (Soal kerugian negara) Tidak benar itu," ujarnya singkat, seusai sidang, Kamis (27/12).

Sebelumnya, pada eksepsi atau nota keberatan yang dibacakan pada pekan lalu, kuasa hukum Novanto menyebut penghitungan kerugian negara oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terkait kasus KTP-el tidak sah. Sebab menurut tim kuasa hukum Novanto, kewenangan itu ada pada BPK RI.

Jaksa penuntut umum (JPU) KPK menanggapi eksepsi itu dengan menegaskan bahwa, kewenangan BPKP untuk itu telah diatur secara tegas dalam Perpres Nomor 192 Tahun 2014. "Berdasarkan uraian kami berpendapat bahwa surat dakwaan yang telah kami bacakan pada sidang 13 Desember telah memenuhi ketentuan pasal 143 ayat 2 KUHAP oleh karena itu keberatan penasihat hukum terdakwa yang disampaikan tanggal 22 Desember 2017 harua dinyatakan ditolak," kata jaksa Wawan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement