REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terdakwa kasus korupsi proyek pengadaan KTP-elektronik (KTP-el), Setya Novanto memasrahkan putusan sela yang akan diberikan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor setelah pembacaan eksepsi dan tanggapan yang sudah disampaikan jaksa penuntut umum (JPU) KPK pada Kamis (28/12). Rencananya putusan sela akan dibacakan oleh majelis hakim pada Kamis (4/1/2018) pekan depan.
"Kita serahkan semua pada hakim dan JPU. Semua kita lakukan dengan baik," ujar Novanto usai sidang pembacaan tanggapan atas eksepsi oleh JPU KPK di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (28/12).
Tanggapan JPU KPK atas eksepsi terdakwa kasus korupsi proyek pengadaan KTP elektronik (KTP-El), Setya Novanto sendiri tak menanggapi soal kewenangan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Padahal dalam eksepsi, tim kuasa hukum Novanto menyoal penghitungan keuangan negara dalam kasus KTP-el oleh BPKP.
"Kewenangan BPKP dalam menghitung kerugian negara, penuntut umum tak akan memberikan tanggapan secara panjang lebar, karena kewenangan BPKP untuk itu telah diatur secara tegas dalam Perpres Nomor 192 Tahun 2014," kata jaksa Wawan Yunarwanto saat membacakan tanggapan atas eksepsi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (28/12).
Jaksa Wawan menuturkan, yang tertuang dalam Pasal 3 hurub b Perpres sudah sejalan dengan putusan MK Nomor 3/PUU-X/2012 tanggal 23 Oktober 2012, yakni KPK bukan hanya dapat berkoordinasi dengan BPKP dan BPK dalam rangka pembuktian suatu tindak pidana korupsi, melainkan dapat juga berkoordinasi dengan instansi lain, bahkan bisa membuktikan sendiri di luar temuan BPKP dan BPKP.
Diketahui, dalam Pasal 3 huruf b Perpres Nomor 192 Tahun 2014, disebutkan kewenangan BPKP di antaranya audit investigatif terhadap kasus-kasus penyimpangan yang berindikasi merugikan keuangan negara atau daerah, audit penghitungan kerugian keuangan negara atau daerah, dan pemberian keterangan ahli, serta upaya pencegahan korupsi.
"Berdasarkan uraian kami berpendapat bahwa surat dakwaan yang telah kami bacakan pada sidang 13 Desember telah memenuhi ketentuan pasal 143 ayat 2 KUHAP oleh karena itu keberatan penasihat hukum terdakwa yang disampaikan tanggal 22 Desember 2017 harua dinyatakan ditolak," kata jaksa Wawan.
Jaksa pun memohon majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara Setnov untuk memutuskan. Pertama, menolak keberatan eksepsi dari tim kuasa hukum terdakwa. Kedua, menyatakan bahwa surat dakwaan yang telah kami bacakan pada 13 Desember telah memenuhi syarat dalam KUHAP. "Ketiga, menetapkan untuk melanjutkan perkara ini berdasarkan surat dakwaan penuntut umum," tambah Wawan.